TEORI KONTRAK DAN INFORMASI
ASIMETRIS
Dalam pendekatan ekonomi biaya
transaksi, basis dari unit analisis adalah kontrak atau transaksi tunggal
antara dua pihak yang melakukan hubungan ekonomi. Kontrak secara umum menggambarkan
kesepakatan satu pelaku untuk melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi
kepada pihak lain, tentunya dengan konsekuensi adanya tindakan balasan atau
pembayaran. Ekonomi biaya transaksi mengasumsikan bahwa kontrak dapat
ditegakkan/dipaksakan dalam koridor lembaga hukum yang eksis dan ketersediaan
informasi yang cukup (Dixit, 1996).
Dalam kenyataannya, kontrak selalu
tidak lengkap karena dua alasan (Klein, 1980), yaitu:
·
Adanya ketidakpastian menyebabkan terbukanya peluang yang
cukup besar bagi munculnya contingencies,
sehingga berimplikasi pada munculnya biaya untuk mengetahui dan
mengidentifikasi dalam merespons seluruh kemungkinan ketidakpastian.
·
Adanya kinerja kontrak khusus, misalnya menentukan jumlah
energi yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan pekerjaan yang rumit,
membutuhkan biaya yang banyak untuk melakukan pengukuran.
Munculnya faktor ketidakpastian
disebabkan adanya informasi asimetris dalam kegiatan ekonomi. Secara teknis,
informasi asimetris merupakan kondisi dimana ketidaksetaraan informasi atau
pengetahuan yang dialami oleh pelaku-pelaku untuk melakukan transaksi di pasar.
Dengan begitu, kontrak merupakan instrumen kompensasi untuk mengeliminasi
dampak dari informasi asimetris.
MEKANISME PENEGAKAN DAN INSTRUMEN
EKSTRALEGAL
Ada empat faktor perbedaan jenis
kontrak (Menard, 2000), yaitu:
·
Jangka waktu dari kontrak, jangka waktu menggambarkan
komitmen dari para mitra.
·
Derajat kelengkapan, yang mencakup variabel-variabel
harga, kualitas, aturan keterlambatan, dan penalti.
·
Insentif, yang dibagi menjadi lima jenis mekanisme
insentif antara lain:
Sistem tingkat tetap, upah berdasarkan jam kerja, distribusi bagian kepada
pekerja, pengembalian aset yang dibayarkan kepada pemilik, dan sewa yang dibagi
diantara mitra yang bergabung dalam proyek.
·
Prosedur penegakan yang berlaku, kontrak berhubungan
dengan mitra untuk tujuan yang saling menguntungkan, tetapi juga menyimpan
risiko kerugian melalui sikap oportunis.
Berkaitan dengan aspek penegakan,
dalam masyarakat yang kelembagaan penegakannya tidak berjalan dengan baik
individu-individu dan perusahaan-perusahaan cenderung menghindari membuat
kesepakatan-kesepakatan yang kompleks, yakni transaksi yang penegakannya tidak
secara otomatis (Clague, 1997).
Terdapat dua tipe penegakan yaitu
formal dan informal yang dijabarkan sebagai berikut:
·
Aturan-aturan formal dibuat dan dipaksakan oleh
organisasi resmi, seperti negara dan perusahaan untuk menyelesaikan masalah
tindakan kolektif melalui pihak ketiga.
·
Aturan informal muncul akibat adanya jaringan kerja dan
dipaksakan melalui hubungan sosial.
Poin terpenting dari tipologi
pembagian dengan pelaku lainnya adalah bermufakat dalam persoalan penegakan. Kontrak
berhubungan antara satu pelaku dan mitra lainnya karena adanya asas saling
menguntungkan, tetapi pada saat yang sama kontrak juga beresiko melalui praktek
oportunisme. Hasilnya terdapat godaan bagi satu atau lebih pelaku untuk
bersikap menyimpang (Crawford, 1978).
Isu yang utama adalah mencari
kesepakatan yang optimal, yakni kontrak didesain sehingga pelaku memiliki
insentif yang memadai untuk mematuhi atas kontrak yang sudah dimufakati.
Dalam realistasnya, mekanisme
penegakan tidak selalu mudah sehingga dibutuhkan suatu instrumen tambahan
semacam jaminan ekstralegal, seperti penyanderaan, agunan, strategi balas
dendam, reputasi, dan lain sebagainya. Setiap pembuat desain kelembagaan harus
memerhaikan situasi aturan main yang tidak lengkap tersebut agar
perilaku-perilaku menyimpang bisa dicegah.
TEORI TINDAKAN KOLEKTIF DAN
FREE-RIDERS
Teori tindakan kolektif pertama kali
diformulasikan oleh Mancur Olson (1971). Teori ini sangat berguna untuk
mengatasi masalah penunggang bebas (free-rider) dan mendesain jalan keluar
bersama bagi pengelolaan sumber daya bersama atau penyediaan barang-barang
publik.
Menurut Olson, terdapat tiga
determinan penting bagi keberhasilan tindakan bersama yaitu ukuran,
homogenitas, dan tujuan kelompok yang dijabarkan sebagai berikut:
·
Semakin besar ukuran suatu kelompok kepentingan, makin
sulit untuk menegosiasikan kepentingan diantara anggota kelompok dengan kata
lain kelompok berukuran kecil dimungkinkan bekerja lebih efektif.
·
Semakin beragam kepentingan anggota kelompok maka kian
rumit memformulasikan kesepakatan bersama karena masing-masing anggota membawa
kepentingannya sendiri-sendiri.
·
Tujuan kelompok harus dibuat secara fokus dengan
mempertimbangkan kepentingan semua anggota.
Dari beberapa tindakan kolektif yang
dilakukan, terdapat beberapa situasi yang membutuhkan tindakan kolektif agar
dapat menyelesaikan persoalan (Heckathorn, 1993) antara lain:
·
Sistem untuk mengelola sumber daya bersama seperti
perikanan, sumber daya air yang dikelola melalui sistem irigasi, atau padang
rumput.
·
Sistem untuk mengontrol perilaku, misalnya norma-norma
sosial melarang eksploitasi atau perilaku merusak.
·
Perubahan-perubahan sosial semacam revolusi atau
perubahan perlahan dalam kebijakan publik.
Ketiga situasi tersebut
mempersyaratkan adanya tindakan kolektif agar kegiatan pemanfaatan sumber daya
dilakukan secara efektif dan efisien.
Dari deskripsi diatas, dapat ditarik
tiga karakteristik yaitu:
·
Barang atau jasa yang diproduksi bersama, jika tidak maka
tindakan kolektif tidak dibutuhkan.
·
Produksi memberikan laba kepada semua anggota kelompok,
sehingga tidak mungkin mengeluarkan anggota yang gagal berkontribusi dalam
aktivitas produksi.
·
Produksi dalam barang-barang publik menyertakan biaya.
Ketika ketiga kondisi terjadi, maka
anggota kelompok pasti akan bertemu dengan problem penunggang bebas (free-rider),
yaitu mereka yang tidak memeroleh beban/biaya dari tindakan kolektif tapi masih
menerima benefitnya.
PILIHAN RASIONAL DAN TINDAKAN
KOMUNIKATIF
Terdapat dua pendekatan dalam teori
pilihan rasional (Miller, 1992) yang dijabarkan sebagai berikut:
·
Pendekatan kuat melihat rintangan sosial dan kelembagaan
sebagai produk dari tindakan rasional dan tindakan rasional dan tindakan
rasional itu sendiri menjadi sebab munculnya analisis pilihan rasional. Dalam pendekatan
kuat terdapat tiga solusi internal yaitu: perlunya solusi internal yang kuat terhadap
problem penunggang bebas, mengabaikan pentingnya isu-isu politik dalam
memotivasi orang-orang untuk berpartisipasi, dan memunculkan kerjasama
kondisional yang saling menguntungkan.
·
Pendekatan lemah menempatkan halangan sosial dan
kelembagaan sebagai suatu kerangka yang pasti ada karena aktor-aktor rasional
berupaya memaksimalisasikan keuntungan atau meminimalisasikan biaya. Dalam pendekatan
lemah terdapat dua solusi eksternal yaitu: otoritas sentral menyediakan
insentif selektif yang memberi penghargaan kepada mereka yang berpartisipasi
dalam tindakan kolektif dan/atau menghukum mereka yang menolak bergabung dalam
tindakan kolektif tersebut dan solusi eksternal yang menekankan kepada
desentralisasi komunitas ketimbang otoritas sentral.
Terdapat enam strategi yang
ditawarkan yang tertuang dalam tabel berikut ini:
Tabel Enam Strategi Fungsi Pilihan
Kontribusi dan Pilihan Pengawasan
Pilihan
Kontribusi Terhadap Barang Publik (Level Pertama)
|
Pilihan Pengawasan
Interpersonal (Level Kedua)
|
||
Pengawasan Lunak (Kerjasama)
|
Tanpa Pengawasan (Kegagalan)
|
Pengawasan Oposisional
|
|
Kontribusi (Kerja
Sama)
|
Kerjasama Penuh
|
Kerjasama Privat
|
Oposisi Lunak
|
Tidak
Kontribusi (Kegagalan)
|
Kerjasama
Hipokritikal
|
Kegagalan Penuh
|
Oposisi Penuh
|
Penjabaran:
·
Kerjasama penuh termasuk kontribusi terhadap produksi
barang-barang publik dan memberikan penalti terhadap pihak yang tidak melakukan
kontribusi. Individu yang memilih strategi ini akan memaksimalisasi kontribusi
individual dan kolektif terhadap produksi barang-barang publik.
·
Kerjasama hipokritikal terjadi ketika pelaku penunggang
bebas, yakni yang gagal berkontribusi terhadap barang publik, berupaya mendesak
pihak lain untuk berkontribusi.
·
Kerjasama privat berkontribusi terhadap barang publik
tetapi tidak berusaha mencegah pihak lain menjadi penunggang bebas.
·
Kegagalan penuh menolak berkontribusi dan mengizinkan
pihak yang lain bertindak seperti yang mereka lakukan.
·
Oposisi lunak berkontribusi terhadap barang publik namun
dengan membela hak pihak lain untuk menolak berkontribusi.
·
Oposisi penuh menolak untuk berkontribusi dan melawan
norma yang memaksakan pelaksanaan/aturan.
Selain itu, konfigurasi tindakan
kolektif dapat diformulasikan menurut habermas sebagai berikut:
Tipe-tipe
Tindakan Berdasarkan Konsep Habermas (1984)
Orientasi
Tindakan Situasi Tindakan
|
Orientasi
Keberhasilan (System)
|
Orientasi
Pencapaian Pemahaman (Lifeworld)
|
Non-sosial
|
Tindakan
Instrumental
|
-
|
Sosial
|
Tindakan Strategis
|
Tindakan Komunikatif
|
Penjabaran:
·
Tindakan strategis apabila mengikuti aturan-aturan
pilihan rasional dan bertujuan memengaruhi keputusan pihak lain yang rasional.
·
Tindakan instrumental terjadi ketika aksi itu mengikuti
aturan-aturan teknis dan campur tangan dalam lingkungan dan peristiwa-peristiwa
material.
·
Tindakan komunikatif ditekankan kepada interaksi diantara
dua pihak atau lebih untuk mencari kesepahaman mengenai situasi bersama.
Secara garis besar, tindakan
kolektif diasumsikan bersumber dari dua pendekatan. Pertama, keuntungan dari
bekerja dalam suatu kelompok akan menggiring ke dalam situasi yang tidak
terhindarkan untuk menciptakan kelompok-kelompok. Kedua, perilaku maksimalisasi
individu dalam jangka pendek akan menuntun individu melakukan kerjasama atau
tindakan kolektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar