Senin, 01 Oktober 2018

#5 Teori Ekonomi Politik




SEJARAH DAN PEMAKNAAN EKONOMI POLITIK
Secara garis besar, mazhab itu dapat dipecah dalam tiga kategori sebagaimana ditunjukkan pada bagan berikut ini:
Pendekatan ekonomi politik secara definitif dimaknai sebagai interelasi diantara aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi (produksi, investasi, penciptaan harga, perdagangan, konsumsi, dan lain sebagainya).
Pendekatan ini meletakkan bidang politik subordinat terhadap ekonomi yang artinya instrumen-instrumen ekonomi seperti mekanisme pasar, harga, dan investasi dianalisis dengan mempergunakan setting sistem politik dimana kebijakan atau peristiwa ekonomi tersebut terjadi. Dengan kata lain, pendekatan ini melihat ekonomi sebagai cara untuk melakukan tindakan, sedangkan politik menyediakan ruang bagi tindakan tersebut.
Pendekatan ekonomi politik mempertemukan antara bidang ekonomi dan politik dalam hal alokasi sumber daya ekonomi dan politik (yang terbatas) untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Implementasi dari kebijakan ekonomi politik selalu mempertimbangkan struktur kekuasaan dan sosial yang hidup dalam masyarakat, khususnya target masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan.
Pendekatan ekonomi politik semakin relevan dipakai karena struktur ekonomi tidak dapat ditentukan secara teknis. Ia terdiri dari dua bagian yang saling terkait.
a.    Kekuatan produksi material (pabrik dan peralatan, sumber-sumber alam, manusia dengan skill yang ada, dan teknologi). Teknologi menentukan hubungan produksi yang sifatnya teknis, sehingga proporsi bahan mentah, mesin, dan tenaga kerja bisa dialokasikan dengan biaya yang paling minimal;
b.    Relasi produk manusia, seperti hubungan antara pekerja dan pemilik modal atau antara para pekerja dengan manajer.
Dalam model kebijakan ekonomi, dikenal dua perspektif yang menjelaskan proses pengambilan keputusan, yaitu:
a.    Pendekatan yang berbasis pada maksimalisasi kesejahteraan konvensional, asumsinya:
·         Pemerintah bersifat otonom dan eksogen terhadap sistem ekonomi sehingga setiap kebijakan yang diciptakan selalu berorientasi kepada kepentingan publik;
·         Pemerintah dianggap aktor serba tahu dan tidak memiliki kepentingan sendiri;
·         Kegagalan pasar dan efisiensi dalam alokasi sumber daya menjadi pusat pendekatan;
·         Pemerintah sebagai agen yang memaksimalisasikan fungsi tujuan kesejahteraan publik (fungsi preferensi politik/political preference function/PPF).
b.    Pendekatan yang bersandarkan pada ekonomi politik baru, asumsinya:
·         Negara sangat berpotensi untuk mengalami kegagalan (government failure);
·         Fokusnya pada alokasi sumber daya publik dalam pasar politik dan perilaku mementingkan diri sendiri dari politisi, pemilih, kelompok penekan, dan birokrat;
·         Tidak dibenarkan negara/pemerintah menguasai seluruh perangkat kebijakan karena berpotensi menimbulkan misalokasi sumber daya ekonomi dan politik.
Pendekatan ekonomi politik dipandang lebih mampu menangkap kondisi rill yang hidup di masyarakat, khususnya dinamika sosial politik antarkelompok masyarakat.

TEORI PILIHAN PUBLIK
Pendekatan ekonomi politik baru yang menganggap negara/pemerintah, politisi, atau birokrasi sebgaai agen yang memiliki kepentingan sendiri merupakan pemicu lahirnya pendekatan public choice (PC) atau rational choice (RC).
Kepentingan itu masuk dalam proses tawar-menawar melalui dua bentuk:
a.    Kepentingan langsung terhadap keuntungan memicu aktor mengabaikan pelayanan kepada pihak eksternal. Kepentingan yang berwujud tugas administratif berpotensi tidak dikerjakan dengan baik sehingga memiliki konsekuensi biaya yang mahal, masalah interpretasi, pengawasan, dan sanksi;
b.    Kepentingan tidak langsung mengakibatkan ketidaksempurnaan distribusi dari kelembagaan formal dalam menyusun kepentingan negara jangka panjang. Kepentingan tidak langsung lebih penting untuk dijabarkan dalam penciptaan kelembagaan formal.
Asumsi-asumsi umum yang dipakai dalam teori pilihan publik:
a.    Kecukupan kepentingan material individu memotivasi adanya perilaku ekonomi;
b.    Motif kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori ekonomi neoklasik;
c.    Kecukupan kepentingan material individu yang sama memotivasi adanya perilaku politik;
d.    Dimana asumsi kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori ekonomi neoklasik.
Teori pilihan publik ini secara umum digunakan didalam banyak disiplin ilmu. Secara prinsip, teori pilihan publik tersebut melihat tindakan manusia dalam pengertian ekonomi dan tidak terkait dengan nilai-nilai yang menuntun keputusan rasional.
Dalam operasionalnya, pendekatan public choice bisa dibedakan dalam dua bagian yaitu supply dan demand.
a.    Pada sisi penawaran (supply) terdapat dua subyek yang berperan dalam formulasi kebijakan yaitu pusat kekuasaan yang dipilih (badan legislatif dan eksekutif) yang akan merespon setiap permintaan dari pemilih dan sensitif terhadap informasi yang disodorkan oleh kelompok penekan/kepentingan dan pusat kekuasaan yang tidak dipilih (cabang-cabang eksekutif, lembaga independen, dan organisasi internasional) yang sensitif terhadap permintaan kelompok kepentingan;
b.    Pada sisi permintaan (demand) terdapat dua aktor yaitu pemilih dan kelompok-kelompok penekan. Pemilih akan mengontrol suara untuk mendapatkan kebijakan yang diinginkan sedangkan kelompok-kelompok penekan akan mengelola sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan.
Kontribusi terbesar dari public choice adalah kemampuannya untuk menunjukkan bahwa politisi-politisi dalam setiap tindakannya selalu dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Ringakasan perbedaan cara pandang antara ekonomi klasik dan pilihan publik dijabarkan pada tabel berikut:

Variabel
Ekonomi Klasik
Pilihan Publik
Pemasok
Produsen, pengusaha,distributor
Politisi, parpol, birokrasi, pemerintah
Peminta
Konsumen
Pemilih
Jenis komoditas
Komoditas individu
Komoditas publik
Alat transaksi
Uang
Suara
Jenis transaksi
Transaksi sukarela
Politik sebagai pertukaran

Seperti diungkapkan oleh O’Dowd, bahwa kegagalan pemerintah bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu ketidakmungkinan yang melekat/otomatis, kegagalan politik, dan kegagalan birokrasi. Ketiga bentuk kegagalan pemerintah inilah yang kemudian melahirkan sisnisme terhadap peran negara dalam perekonomian, sehingga mekanisme pasar dianggap sebagai solusi yang lebih tepat.

TEORI RENT-SEEKING
Teori rent-seeking diperkenalkan pertama kali oleh Krueger (1974). Krueger membahas tentang praktik untuk memperoleh kuota impor, dimana kuota sendiri bisa dimaknai sebagai perbedaan antara harga batas dan harga domestik.
Secara teoritis, kegiatan mencari rente harus dimaknai secara netral, karena individu bisa memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang legal, seperi menyewakan tanah, modal, dan lain-lain. Pendapatan yang diperoleh seseorang melalui penyewaan setara dengan pendapatan yang diperoleh individu karena menanamkan modalnya maupun menjual tenaga dan jasanya. Kegiatan mencari rente bisa didefinisikan sebagai upaya individual atau kelompok untuk mengingkatkan pendapatan melalui pemanfaatan regulasi pemerintah.
Untuk memahami kesalahan para ekonom yang menganjurkan kebijakan monopoli bisa dilihat pada gambar diatas:
·         Sumbu horizontal menunjukkan jumlah komoditas, sementara permintaan ditunjukkan oleh garis DD;
·         Pasar kompetitif ditunjukkan oleh unit Q, keseimbangannya adalah pada harga P;
·         Pembatasan produksi yang dilakukan oleh monopoli menyebabkan komoditas dibatasi pada Q1 dan peningkatan harga pada P1. Perilaku ini yang disebut mencari rente;
·         Konsekuensinya adalah keuntungan konsumen pada warna hijau di transfer ke pemilik monopoli dan kerugian konsumen sebesar warna merah.
Secara lebih jelas, Krueger menerangkan bahwa aktivitas mencari rente, seperti lobi untuk mendapatkan lisensi atau surat ijin,akan mendistorsi alokasi sumber daya sehingga membuat ekonomi menjadi tidak efisien.
Untuk mencegah munculnya pemburu rente adalah dengan membuat regulasi yang memungkinkan pasar berjalan secara sempurna, yakni melalui peniadaan halangan masuk bagi pelaku ekonomi dan peningkatan persaingan. Perilaku rente dapat dikurangi  dengan mengubah kebijakan lisensi impor menjadi kebijakan tarif, membuka aliran informasi, mengaplkasikan sanksi moral, dan menerapkan kebijakan liberalisasi dan privatisasi yang terukur.

TEORI REDISTRIBUTIVE COMBINES DAN KEADILAN
Pengambil kebijakan lebih memberi tekanan kepada kegiatan menyaring dan memilah-milah kelompok-kelompok kepentingan khusus, memilih kelompok-kelompok kepentingan yang mereka anggap tepat dan mengalihkan sumber daya kepada kelompok-kelompok bersangkutan melalui saluran hukum.
Setiap kali pemerintah memberikan perlakuan istimewa atau pengampunan pajak, menurunkan harga, memberikan perlindungan permanen dan kelompok pekerja tertentu sehingga mereka tidak dapat dipecat, atau memberikan hak khusus pada bidang usaha tertentu, maka berarti dengan sendirinya diciptakannya pula biaya dan manfaat yang melenyapkan rangsangan dan peluang bagi pihak-pihak lain. Tujuan dari kelompok-kelompok kepentingan ini adalah mempengaruhi pemerintah untuk memperoleh redistribusi yang menguntungkan mereka atau anggota-anggota mereka.
Proporsi diatas sangat dekat dengan teori regulasi ekonomi yang dikembangkan oleh Joseph Stigler, dimana teori ini memusatkan perhatiannya untuk menerangkan siapa yang mendapat manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu regulasi atau aturan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah ataupun yang terjadi karena institusionalisasi yang terjadi didalam masyarakat.
Menurut Rachbini dalam pola redistributive combines ini, sumber-sumber ekonomi, aset produktif, dan modal didistibusikan secara terbatas hanya dilingkungan segelintir orang. Dalam kerangka pemikiran Hernando de Soto, berlakunya pola redistributive combines ini terjadi akibat sistem politik yang tertutup karena dilindungi sistem hukum yang kabur dan ketiadaan rule of law di bidang ekonomi.
Jika kita hubungkan antara teori redistributive combines oleh de Soto dan teori keadilan oleh Rawls, relasi antara kedua teori tersebut yaitu:
a.    Redistributive combines mengandaikan adanya otoritas penuh dari negara/pemerintah untuk mengalokasikan kebijakan kepada kelompok-kelompok yang berkepentingan terhadap kebijakan tersebut. Akibatnya, kebijakan yang muncul sebagai hasil dari interaksi antara kelompok kepentingan dan pemerintah kerapkali hanya menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain. Jadi, muncullah isu ketidakadilan;
b.    Kelompok kepentingan yang eksis tidak selamanya mengandaikan tingkat kemerataan seperti yang diharapkan, khususnya masalah kekuatan ekonomi. Kelompok kepentingan yang memiliki modal besar dipastikan akan lebih mampu membeli kebijakan pemerintah ketimbang kelompok yang modalnya sedikit.
Rawls akhirnya mengkonseptualisasikan teori keadilan yang bertolak dari dua prinsip:
a.    Setiap orang harus mempunyai hak yang sama terhadap skema kebebasan dasar yang sejajar yangs ekalius kompatibel dengan skema kebebasan yang dimiliki oleh orang lain;
b.    Ketimpangan sosial dan ekonomi harus ditangani sehingga keduanya dapat diekspektasikan secara logis menguntungkan bagi setiap orang dan dicantumkan posisi dan jabatan yang terbuka bagi seluruh pihak.
Melalui cara berpikir tersebut Rawls percaya bahwa suatu kebaikan datang dari sesuatu yang benar. Dia memfokuskan seluruh pemikirannya untuk menciptakan sistem prinsip-prinsip politik yang berbasis kontrak atau kesetaraan.

1 komentar:

  1. Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
    Kaos Dakwah Terbaru

    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Mungkin Kau Sering Lupa Kebaikan Istrimu

    BalasHapus

#KUIS

Kesan dan Pemikiran dalam Ekonomi Kelembagaan Terkait dengan Cara Berpikir dalam Melihat Permasalahan Ekonomi Ekonomi kelembagaan meru...