Perspektif
Krisis Ekonomi
Sejak dekade 1980-an dinamika
perekonomian dunia berjalan dengan cepat. Di wilayah Asia Tenggara, data 1996
(sebelum krisis 1997/1998), perekonomian berhasil mengakumulasi pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dan stabil. Inflasi yang stabil membuat investor
memiliki kepastian usaha, sementara bagi konsumen (masyarakat) daya belinya
cukup kuat. Pertemuan antara ekspektasi positif dari pemilik modal dan daya
beli masyarakat menopang pertumbuhan ekonomi di wilayah Asia Tenggara.
Krisis ekonomi dipicu jatuhnya nilai
tukar Bath (Thailand) terhadap US dollar pada 2 Juli 1997. Depresiasi nilai
tukar menjalar (contagion effect) ke
Malaysia, Indonesia, Korea Selatan, dan lain-lain. Tercatat, indeks harga saham
di Thailand turun 80% dan mata uangnya terdevaluasi 100%; harga saham di
indonesia turun 60% dan rupiah terdevaluasi hingga 600%; sedangkan Korea
Selatan harga saham turun 65% dan won terdevaluasi 100%. Parahnya dampak krisis
moneter memengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan, termasuk sektor riil.
Menurut Charoenseang dan Manakit,
terdapat dua sudut pandang dalam melihat pemicu krisis. Pertama, fundamental ekonomi yang rapuh dan inkonsistensi kebijakan
(first generation model). Kedua, kepanikan di sektor keuangan (financial panic) yang berinteraksi
dengan ekspektasi pelaku ekonomi sehingga berpengaruh langsung terhadap
kebijakan makroekonomi (second generation
model).
Dalam kasus Indonesia, pada first generation model ditandai dengan
kerentanan di sektor perbankan maupun struktur koperasi. Usaha konglomerasi
tumbuh mendominasi seluruh kegiatan ekonomi. Sedangakan pada second generation model ditandai dengan
pemerintah yang mengambil keputusan melikuidasi 16 bank (sesuai anjuran IMF)
pada November 1997. Begitu kebijakan likuidasi dilakukan terjadi penarikan uang
nasabah secara besar-besaran (rush)
sehingga perbankan mengalami kesulitan likuiditas yang membuat perekonomian
semakin terpuruk.
Reformasi
Ekonomi Terbalik
Desain reformasi
ekonomi yang terjadi di Asia cenderung lewat pendekatan penahapan yang berurutan
(gradual tetapi sistematis). Pendekatan ini menitikberatkan kepada strategi “bottom-up” dan menempatkan reformasi
pada level mikro ekonomi, seperti reformasi kelembagaan (reformasi di sektor
pertanian dan reformasi usaha-usaha industri) dan reformasi harga, mendahului
reformasi pada level makro ekonomi (kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi
perdagangan luar negeri). Sebaliknya, pendekatan yang dilakukan di Eropa Timur
cenderung reformasi ekonomi lewat perubahan yang radikal (big-bang approach), seperti perubahan hak kepemilikan, penghapusan
kontrol harga, serta liberalisasi nilai tukar dan perdagangan.
Pada studi kasus
Indonesia, mempraktikkan reformasi ekonomi terbalik, seperti yang terjadi di
Eropa Timur. Pertama, pemerintah
mengubah drastis hak kepemilikan sumber daya ekonomi menuju kepemilikan swasta
(private property rights). Kedua, kontrol harga dilepas, khususnya
komoditas pertanian. Ketiga,
liberalisasi secara ekstensif di sektor perdagangan dan investasi asing.
Keempat, strategi privatisasi lebih dipilih untuk membangun kultur korporasi
dan efisiensi BUMN. Pemerintah meyakini sektor swasta (domestik atau asing)
lebih mampu memperbaiki kinerja BUMN yang sedang terpuruk. Ketiga, reformasi pada level mikro perekonomian berjalan secara
sehat, yang dirumuskan dalam UU No. 5/1999 tentang “Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”.
Reformasi ekonomi
Indonesia dapat dipahami melalui tiga level yang berbeda. Pertama, reformasi ekonomi level makro ketika beberapa sektor
ekonomi dideregulasi dan diliberalisasi. Kedua,
reformasi ekonomi level mikro, yaitu mendesain manajemen pembangunan ekonomi
(politik) yang didesentralisasi yang dikenal dengan istilah otonomi daerah. Hal
tersebut karena manajemen sentralisasi dipandang sumber macetnya pembangunan
ekonomi. Desentralisasi ekonomi (fiskal) digunakan untuk mencapai setidaknya
enam sasaran sebagai berikut: memenuhi aspirasi daerah menyangkut penguasaan
atas sumber-sumber keuangan negara, mendorong akuntabilitas dan transparansi
pemerintah daerah, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
daerah, mengurangi ketimpangan antardaerah, menjamin terselenggaranya pelayanan
publik minimum di setiap daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara umum. Banyak kemajuan ekonomi dicapai berkat kebijakan reformasi
ekonomi. Keberhasilan yang paling terlihat adalah pencapaian stabilitas
makroekonomi.
Terdapat soal
ekonomi yang belum dapat dipecahkan, bahkan ada beberapa aspek yang malah
tejadi penurunan. Pertama,
pertumbuhan yang tinggi bersamaan dengan naiknya ketimpangan pendapatan
antarindividu/kelompok maupun antardaerah. Kedua,
deregulasi dan liberalisasi yang dianggap akan meningkatkan efisiensi ekonomi,
namun efisiensi dan daya saing ekonomi nasional tidak bergerak maju secara
proporsional dengan percepatan liberalisasi. Ketiga, akses angkatan kerja masuk ke sektor formal semakin sempit
sehingga jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal bertambah dari
waktu ke waktu.
Terdapat dua
argumen tentang kegagalan sebagian program reformasi ekonomi di Indonesia. Pertama, analisis pilihan dan urutan
kebijakan reformasi ekonomi. Kebijakan reformasi antarnegara tidak bisa
diseragamkan karena masing-masing karakteristik dan problem ekonomi yang
berlainan. Kedua, lemahnya desain dan
penegakan kelembagaan (rules of the games)
dari kebijakan yang telah dibuat. Pada level makro (institutional environment) berkonsentrasi kepada penyusunan kerangka
hukum, ekonomi, dan politik. Sedangkan pada level mikro (institutional arrangement) mendesain aturan main yang memungkinkan
semua pelaku ekonomi dapat bersaing (competition)
atau bekerja sama (cooperation)
secara adil (fair).
Implikasi serius
dari kebijakan reformasi ekonomi secara rinci bisa dilihat dalam lima ciri yang
disebut cost of economic reform berikut.
Pertama, liberalisasi keuangan hanya
menjadi instrumen sektor keuangan, tidak menumbuhkan sektor riil. Kedua, petani makin terpuruk karena
kontrol harga dilepas sehingga penentu harga adalah pedagang/distributor. Hasilnya,
harga komoditas melambung, tapi bagian ekonomi terbesar tidak jatuh ke petani. Ketiga, pertumbuhan ekonomi ditopang
oleh non-tradeable sector yang import content-nya tinggi dan penyerapan tenaga kerjanya rendah. Akibatnya,
impor terus bertambah dan sektor informal kian membengkak. Keempat, marginalisasi pelaku ekonomi tradisional dan skala kecil
akibat kalah bersaing dengan pelaku ekonomi besar di sektor perdagangan. Kelima, akumulasi kebijakan reformasi
ekonomi membuat ketimpangan pendapatan meningkat seiring laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi.
Kerapuhan
Kelembagaan Makro
Problem reformasi
ekonomi disebabkan oleh ketiadaan kelembagaan atau strategi reformasi
kelembagaan (institutional reform). Kelembagaan
ekonomi yang baik akan mendorong masyarakat berinvestasi, mengakumulasi modal,
dan mengembangkan teknologi baru sehingga masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Reformasi kelembagaan
merupakan enabling environment yang membuat kebijakan reformasi dapat berjalan
seperti yang diharapkan. Terdapat tiga aspek reformasi kelembagaan pada level
makro (institutional reform), yaitu
kelembagaan reformasi administrasi (administrative
reform), sistem hukum (legal system
reform), dan politik (political
reform).
Spirit reformasi
ekonomi adalah pasar menjalankan misi percepatan kegiatan ekonomi dengan basis
efisiensi. Reformasi ekonomi menghendaki pemerintahan yang kuat tetapi dengan
cakupan ruang lingkup yang terbatas (strong
but limited government). World
Economic Forum (2012) mengungkapkan penyebab daya saing ekonomi Indonesia
yang rendah diakibatkan oleh korupsi dan inefisiensi birokrasi.
Pokok dalam
kegiatan ekonomi yang penting adalah kejelasan hak kepemilikan (property rights)
dan respek terhadap aturan hukum/rule of
the law (termasuk penegakannya/law
enforcement) sebagai faktor penentu stabilitas ekonomi, pengembangan pasar
modal, pembangunan sektor usaha, dan investasi dalam inovasi.
Kejelasan hak
kepemilikan membuat transaksi lebih mudah dilakukan karena masing-masing pelaku
ekonomi memiliki kepastian tentang status suatu barang/jasa. Hak kepemilikan
dijamin kepastiannya melalui sistem legal untuk mencegah munculnya pelaku
ekonomi yang berbuat curang, seperti pencurian, penjiplakan, pembajakan, dan
lain-lain.
Investasi yang
terjadi di suatu negara bukan hanya fungsidari tingkat suku bunga, ekspektasi
ekonomi, ketersediaan infrastruktur, atau pasokan kredit. Dalam tradisi
kelembagaan, investasi juga berkaitan dengan seberapa jauh pemerintah (melalui
sistem hukumnya) mampu melindungi investor dari praktik-praktik pencurian hak
cipta, penjiplakan, pembajakan, dan lain sebagainya. Dalam kasus Indonesia,
masalah muncul karena ketidakmampuan sistem legal memproteksi investor dari
perilaku menyimpang (opportunism)
pelaku ekonomi lainnya.
Makna reformasi
politik bukan hanya sekedar secara prosedur sudah mengadopsi unsur-unsur
penting dari demokrasi, namun kegiatan ekonomi sudah dideregulasi dan sistem
politik telah demokratis yang terjadi bila sistem politik demokratis tersebut
dilengkapi dengan aturan main dan norma yang jelas (well-defined rules and norms) sehingga sistem tersebut dapat
mengakomodasi aspirasi politik rakyat.
Realitas politik
di Indonesia menunjukkan beberapa penyimpangan. Program atau proyek pembangunan
sebagian untuk pengelola/pejabat negara atau kerabatnya. Proyek pembangunan itu
diberikan kepada political fund managers
pemenangan salah satu kontestan pemilu yang menjadi pemimpin. Proyek itu tidak
dijalankan sesuai term of reference. Ada
anggapan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) terdapat ketidakjelasan
pembagian tugas tugas antara politisi dan birokrat. Keduanya memainkan peran
dalam proses pembuatan kebijakan sehingga muncul tumpang tindih (overlapped) atas bagian yang mesti
dilakukan. Inilah sebagian dari kerapuhan kelembagaan makro yang dijalankan
Indonesia selama satu dekade terakhir ini.
Kedangkalan
Kelembagaan Mikro
Reformasi ekonomi
di Indonesia menghasilkan stabilitas ekonomi yang relatif baik, namun dengan
meninggalkan masalah diantaranya kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan
pengangguran. Meskipun dana dan banyak kebijakan ekonomi sudah diproduksi untuk
mengatasi masalah kemiskinan, namun penurunan jumlah orang miskin tidak
menunjukkan penurunan. Selama 20 tahun, tidak ada kemajuan dalam mengatasi
kemiskinan karena presentase penduduk miskin tidak banyak mengalami penurunan. Hal
ini karena pemerintah lupa merumuskan kebijakan langsung (direct policies) yang mengaitkan kelembagaan dengan strategi
pengurangan kemiskinan (poverty reduction).
Pertumbuhan
ekonomi yang stabil namun terjadi peningkatan ketimpangan pendapatan. Hal tersebut
dikarenakan oleh proporsi kenaikan inflasi nyaris sama dengan kenaikan upah
minimum. Liberalisasi keuangan hanya instrumen memutar dana tanpa memiliki
dampak terhadap kegiatan ekonomi riil (investasi). Perekonomian yang tumbuh
hanya berputar pada segelintir pemilik modal/uang dan tidak diimbangi dengan
kelembagaan yang mengatur dana tersebut dikelola dan dimanfaatkan bagi
kesejahteraan masyarakat.
Pengangguran terbuka
menunjukkan penurunan tetapi jumlah pekerja yang tergolong setengah menganggur
sangat besar. Fenomena ini terjadi karena faktor-faktor berikut: desain
insentif yang tidak bekerja di sektor pertanian, mahalnya biaya izin usaha,
perilaku rent-seeking dalam promosi
sektor ekonomi, akses permodalan yang tidak berjalan maksimal, dan ketiadaan
perlindungan hukum terhadap sektor informal.
Tugas penting
pemerintah dalam menyelamatkan reformasi ekonomi adalah mendesain kelembagaan
mikro yang lebih rinci agar masalah-masalah ekonomi yang pokok dapat teratasi. Tabel
berikut memberikan arahan tentang pekerjaan-pekerjaan kelembagaan yang harus diformulasikan
dan dijalankan secara serius untuk mengatasi masalah yang ada tersebut.
Reformasi
Kelembagaan yang Perlu Dibangun
Level
Kelembagaan
|
Rincian Aturan
Main
|
Hasil yang
Diharapkan
|
Kelembagaan
Makro
|
||
Reformasi
Administrasi
|
Sistem meritokrasi;
Remunerasi yang layak;
Penerapan reward
and punishment;
Peningkatan kompetensi aparat birokrasi.
|
Sistem birokrasi dan administrasi yang mampu
menjalankan kebijakan reformasi ekonomi secara efektif.
|
Reformasi
hukum/legal
|
Memperkuat independensi;
Remunerasi yang layak;
Penegakan aturan main yang
konsisten;
Perlindungan terhadap hak
kepemilikan.
|
Sistem legal yang bisa diakses
semua masyarakat, ada kepastian, adil, konsisten, dan cepat.
|
Reformasi
politik
|
Penguatan checks
and balances;
Transparansi proses pengambilan keputusan;
Sirkulasi dan pembagian kekuasaan.
|
Sistem politik yang bekerja demi memenuhi kebutuhan
rakyat, bukan berjalan karena motif-motif keuntungan pribadi (rent-seeking).
|
Kelembagaan
Mikro
|
||
Kelembagaan
pengurangan kemiskinan
|
Statuta hubungan antarpelaku ekonomi;
Memangkas dominasi posisi pedagang lokal;
Regulasi penambahan lahan;
Menghidupkan aset yang mati;
Penguatan koperasi serta usaha kecil dan menengah.
|
Pengurangan kemiskinan secara cepat dan memberi peluang
berusaha permanen secara memadai/laik.
|
Kelembagaan
pengurangan ketimpangan pendapatan
|
Pengendalian harga pangan;
Statuta upah minimum yang layak;
Pengaturan kepemilikan aset
produktif;
Kuota kredit ke sektor pertanian
dan IBT (luar jawa).
|
Pemerataan pendapatan, baik
antarindividu, antarsektor, maupun antarwilayah.
|
Kelembagaan
pengurangan pengangguran
|
Peningkatan insentif di sektor pertanian, termasuk
merombak kelembagaan distribusi;
Menyederhanakan dan mengurangi biaya izin usaha;
Peningkatan akses modal;
Perlindungan sektor informal.
|
Pengurangan pengangguran, khususnya akibat penerapan
kebijakan yang salah, sehingga tiap orang dapat memaksimalkan kapabilitas
individu.
|
Kelembagaan
Sosial
|
||
Jaminan
kebutuhan dasar
|
Tunjangan pengangguran, perumahan, dan usia lanjut;
Skema pendidikan dan kesehatan.
|
Menjamin setiap orang dapat memenuhi kebutuhan hidup
secara layak.
|
Transfer
pendapatan
|
Pajak progesif dan subsidi
terfokus (targeted);
Jaminan kerja yang layak.
|
Memastikan setiap orang memiliki
kesempatan kembali masuk ke pasar kerja.
|
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
BalasHapusKaos Dakwah Terbaru
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Mungkin Kau Sering Lupa Kebaikan Istrimu