Kelembagaan bersifat dinamis sesuai
dengan interaksi ekonomi yang mempertemukan antarkepentingan yang disebabkan
oleh berubahnya nilai-nilai dan kultur masyarakat seiring dengan perubahan
masa. perubahan kelembagaan memiliki dua dimensi:
a.
Perubahan konfigurasi antarpelaku ekonomi
akan memicu terjadinya perubahan kelembagaan. Perubahan kelembagaan dianggap
sebagai dampak dari perubahan (kepentingan/konfigurasi) pelaku ekonomi.
b.
Perubahan kelembagaan sengaja didesain
untuk mempengaruhi (mengatur) kegiatan ekonomi. Kelembagaan ditempatkan secara
aktif sebagai instrumen untuk mengatur kegiatan ekonomi.
A. Perubahan Kelembagaan dan Transformasi
Permanen
Perubahan kelembagaan di dalam masyarakat
berarti terjadinya perubahan di dalam prinsip regulasi dan organisasi,
perilaku, dan pola-pola interaksi. Arah perubahan menuju peningkatan perbedaan
prinsip-prinsip dan pola-pola umum di dalam kelembagaan yang saling
berhubungan, dan pada waktu yang bersamaan terdapat peningkatan kebutuhan untuk
melakukan integrasi di dalam sistem sosial yang kompleks. Dalam posisi ini,
perbedaan dan integrasi merupakan proses pelengkap.
Tujuan utama dari setiap perubahan
kelembagaan adalah untuk menginternalisasikan potensi produktivitas yang lebih
besar dari perbaikan pemanfaatan sumber daya yang kemudian secara simultan
menciptakan keseimbangan baru.
Perubahan kelembagaan dapat dianggap
sebagai proses terus-menerus yang bertujuan memperbaiki kualitas interaksi
antarpelaku. Namun, pada sisi lain, rekayasa sosial juga sangat mungkin
dilakukan sebagai cara mengubah struktur ekonomi, politik, hukum, dan budaya
agar berjalan ke arah yang diharapkan.
Lima proporsi yang mendefinisikan
karakteristik dasar dari perubahan kelembagaan (North, 1995:23):
·
Interaksi kelembagaan dan organisasi yang
terjadi secara terus-menerus di dalam setting
ekonomi kelembagaan, dan kemudian diperkuat oleh kompetisi, merupakan kunci
terjadinya perubahan kelembagaan;
·
Kompetisi akan membuat organisasi
menginvestasikan keterampilan dan pengetahuan untuk bertahan hidup. Jenis
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan oleh individu atau organisasinya
akan membentuk perkembangan persepsi tentang kesempatan dan kemudian pilihan
yang akan mengubah kelembagaan.
·
Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan
dan pengetahuan yang dianggap memiliki hasil maksimum;
·
Persepsi berasal dari kontruksi/bangunan
mental para pemain/pelaku;
·
Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan
eksternalitas jaringan matriks kelembagaan menciptakan perubahan kelembagaan
yang meningkat dan memiliki jalur ketergantungan.
Perubahan kelembagaan terjadi karena
munculnya masalah kelangkaan dan perilaku individu yang sulit ditebak.
Kelangkaan tidak sekedar persoalan keterbatasan sumber daya ekonomi yang
tersedia, namun juga keterbatasan aturan main yang mengakibatkan pelaku ekonomi
tidak memiliki akses melakukan transaksi secara sepadan.
Sedangkan menyangkut perilaku individu
yang sulit dikontrol, masalah yang mengemuka adalah perilaku oportunisme,
karena jika hal itu tidak dilakukan akan terdapat pihak lain yng dirugikan.
Namun, di sisi lain, oportunisme juga bisa berlaku sebaliknya yaitu memaksakan
terjadinya perubahan kelembagaan agar terdapat ruang untuk memetik keuntungan
yang lebi besar. Hal ini dapat berlangsung bila kekuatan antarpelakuekonomi
bersifat asimetris.
Perubahan kelembagaan bisa pula muncul
dari perubahan tuntutan pemilih atau perubahan kekuasaan pemasok kelembagaan,
yaitu aktor pemerintah. Perubahan kelembagaan dari sisi permintaan merupakan
hasil dari pertarungan antarpelakunya, sedangkan perubahan kelembagaan dari
sisi penawaran merupakan hasil regulasi dari pihak-pihak yang memiliki
otoritas.
Menurut North, dua faktor utama sebagai
cara untuk memahami dinamika perubahan
kelembagaan:
·
Perubahan kelembagaan sebagai hubungan
simbiotik antara kelembagaan dan organisasi yang mengelilingi di sekitar
struktur insentif yang disediakan oleh kelembagaan. Organisasi bersifat optimis
untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Tantangan mendasar dalam
menciptakan kelembagaan yang efisien, yakni menyingkirkan aspek-aspek informal
dengan halangan formal dan menciptakan serta merawat kebijakan yang akan
mendukung tercapainya kelembagaan yang efisien. Dengan yakin bahwa masyarakat
menilai suatu sistem tersebut adil, kemudian meminjamkan stabilitas informal ke
peraturan formal sehingga akan mengurangi masalah tindakan kolektif.
·
Perubahan kelembagaan sebagai proses
umpan balik dimana individu merasa dan bereaksi terhadap perubahan berbagai
kesempatan. Kebutuhan terhadap adanya transparansi dan akuntabilitas dana dalam
rangka mengurangi biaya informasi pemilih.
B. Perubahan Kelembagaan dan Kelompok
Kepentingan
Terdapat dua cara untuk menganalisis
perubahan kelembagaan, yaitu:
·
Melihat perubahan kelembagaan dari aspek
biaya dan manfaat dan meyakini bahwa kekuatan motif dapat membangun kelembagaan
yang lebih efisien (Teori Naif). Berfokus pada hasil perubahan kelembagaan dan
menyatakan bahwa kelembagaan yang efisien bisa muncul secara otomatis walaupun
semu.
·
Melihat perubahan kelembagaan sebagai
hasil dari perjuangan antara kelompok-kelompok kepentingan (Teori Kelompok
Kepentingan). Berfokus pada proses yang mendorong ke arah perubahan kelembagaan
tersebut.
Menurut North (1971) ada empat hal yang
membuat individu/kelompok berusaha mengubah kesepakatan kelembagaan atau
lingkungan kelembagaan:
·
Perubahan harga relatif dalam jangka
panjang bisa mendorong ke peningkatan aktivitas ekonomi tertentu atau membuat
aktivitas ekonomi baru. Jika kelembagaan ekonomi yang sedang berjalan tidak
cocok untuk meningkatkan atau menciptakan aktivitas ekonomi baru, maka
orang-orang akan memiliki rangsangan untuk melakukan perubahan kelembagaan.
·
Kesempatan teknologi baru bisa
menciptakan pendapatan yang potensial, yang hanya dapat ditangkap jika
kelembagaan ekonomi yang sedang berjalan dapat diubah. Sumber perubahan
kelembagaan ini terkait dengan poin 1, karena perubahan harga relatif dalam
jangka panjang merupakan alasan utama untuk mengadopsi kesempatan teknologi
baru di dalam kegiatan ekonomi.
·
Kesempatan dalam mencari rente dapat
memicu kelompok kepentingan melakukan perubahan guna menyelesaikan sewa dan
redistribusi pendapatan sesuai keinginan.kesempatan ini bisa muncul karena
terjadinya perubahan dalam sistem ekonomi.
·
Perubahan dalam sikap kolektif, bisa
menyebabkan perubahan kelembagaan.
Terdapat empat fase/model perubahan
kelembagaan dalam konteks historis:
·
Perubahan spontan dan tidak berlanjut
oleh revolusi dan penaklukan;
·
Perubahan spontan dan inkremental dari
pemanfaatan tradisi dan perilaku umum;
·
Perubahan inkremental oleh proses
pengadilan dan evolusi undang-undang umum;
·
Perubahan inkremental yang dilakukan oleh
imperialis, birokrasi, atau politik.
Model perubahan kelembagaan dapat
dideskripsikan sebagai proses interaksi antara dua entitas: wirausahawan
ekonomi dan wirausahawan politik. Pada model ini, agen dengan kekuasaan
pengambilan keputusan yang mengatasi perubahan kelembagaan disebut political entrepreneurs dan agen menjadi
subjek dari perubahan kelembagaan disebut economic
entrepreneurs.
Dua tipe perubahan kelembagaan:
·
Perubahan kelembagaan terinduksi,
merupakan modifikasi/penggantian kesepakatan kelembagaan yang telah ada atau
menambahkan/menggabungkan kesepakatan kelembagaan baru yang dieksekusi,
diorganisasi, dan diinisiasi secara sukarela oleh individu/kelompok untuk
menyikapi kesempatan-kesempatan yang bisa memberikan keuntungan.
·
Perubahan kelembagaan dipaksakan, sama
seperti sebelumnya namun dieksekusi dan diinisiasi oleh tata pemerintahan atau
hukum.
C. Alat Ukur dan Variabel Perubahan
Kelembagaan
Dalam konteks perubahan kelembagaan,
diperlukan alat ukur dan variabel-variabel yang terfokus sehingga memudahkan
setiap pengambil kebijakan merumuskan jenis kelembagaan yang dibutuhkan. Pada
negara yang sedang melakukan proses transisi/reformasi ekonomi, terdapat
variabel makrodan mikro untuk mengukur keberhasilan kinerja perekonomian.
Pada level makroekonomi, setidaknya ada
lima isu penting yaitu kontrol terhadap inflasi, pengurangan defisit anggaran,
stabilisasi nilai tukar mata uang, intensitas perdagangan internasional, dan
peningkatan investasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pada level mikro
yaitu liberalisasi harga, privatisasi, pengembangan pasar modal, penciptaan
sistem hukum untuk menegakkan hak kepemilikan, dan mempromosikan kompetisi.
Target Ekonomi, Tindakan, dan Kelembagaan
pada beberapa level, tersaji seperti pada tabel berikut:
Aspek/Level
|
Makro
|
Mikro
|
Meso
|
Target
|
Stabilitas
|
Efisiensi
|
Inovasi
|
Variabel kunci
|
Uang, nilai tukar
|
Harga
|
Pengetahuan
|
Tindakan
|
Manajemen negara
|
Pilihan individu
|
Interaksi
|
Kelembagaan formal
|
Bank sentral, kewenangan anggaran negara
|
Hak kepemilikan, aturan keluar dan masuk
pasar
|
Infrastruktur, sistem pendidikan, asosiasi
perdagangan
|
Kelembagaan informal
|
Reputasi, konsensus sosial terhadap cara
pandang perilaku
|
Tata kelola perusahaan, perilaku rasional
individu
|
Sikap terhadap risiko, faktor mobilitas,
perilaku menabung
|
Pada
level makro harus terdapat peraturan yang tegas berkenaan dengan fungsi dan
kewenangan bank sentral serta pemberdayaan anggaran negara untuk mendukung
kegiatan perekonomian. Sedang pada level mikro, perubahan kelembagaan formal
yang dibutuhkan adalah hukum mengenai hak kepemilikan sehingga terdapat
kepastian berusaha serta pedoman ke luar dan masuk bagi individu-individu yang
bertransaksi di pasar dengan target menurunkan biaya transaksi.
Dalam
terminologi ekonomi, pranata faktor-faktor produksi tersebut adalah kelembagaan
yang mengatur interaksi antara pemilik modal, tanah, dan tenaga kerja.
Persoalannya adalah ketika inovasi produksi terjadi, pembagian keuntungan atas
kegiatan ekonomi selalu tidak bisa jatuh secara proporsional kepada
masing-masing pemilik faktor produksi sepanjang pranata kelembagaan
faktor-faktor produksi tidak mendukung hal itu. Marx berkesimpulan bahwa
perkembangan infrastruktur (inovasi teknologi/produksi) selalu tidak diikuti
dengan penataan superstruktur (faktor-faktor produksi) dimana hal itu
berlangsung terus sepanjang usia peradapan ini.
Dalam
masyarakat modern sifat hubungan antarindividu lebih banyak ditentukan oleh
variabel spesifisitas, pencapaian, dan universalisme. Spesifisitas berarti
pembagian kerja ditentukan oleh kemampuan/ketrampilan spesifik yang dipunyai
oleh individu. Pencapaian dimaksudkan bahwa individu memeroleh posisi/karir
karena prestasi dan ketrampilan yang dipunyai. Universalisme berarti semua
individu atau anggota organisasi bertindak berdasarkan regulasi dan aturan main
yang sama. Variabel-variabel itulah yang bisa didesain sebagai sumber informal
dari perubahan kelembagaan, seiring dengan perkembangan konomi yang menghendaki
adanya efisiensi.
D. Organisasi, Pembelajaran , dan Perubahan
Kelembagaan
Dalam konteks ekonomi, perubahan kelembagaan
selalu dikaitkan dengan atribut keuntungan yang bakal dinikmati oleh pelaku
yang terlibat di dalamnya. Perubahan kelembagaan memiliki keuntungan bagi
masyarakat jika biaya-biaya yang muncul akibat perlindungan hak-hak lebih kecil
ketimbang penerimaandari alokasi sumber daya yang lebih baik. Apabila biaya
yang muncul terlalu tinggi, diperlukan langkah untuk mendesain kelembagaan
nonpasar dalam rangka mencapai alokasi sumber daya yang lebih efisien. Salah satu
kelembagaan nonpasar datang dari pemerintah/negara. Dalam posisi ini pemerintah
mengintroduksi kebijakan yang bisa memengaruhi aktivitas ekonomi.
Menurut Coase, pasar dan organisasi
merupakan dua tipe ideal koordinasi dalam proses transaksi pertukaran. Pasar yang
ideal dikarakteristikan oleh harga sebagai kecukupan statistik bagi sumber
pengambilan keputusan individu. Sebaliknya, organisasi yang ideal dicirikan
sebagai keseluruhan bentuk koordinasi transaksi yang tidak menggunakan
instrumen harga untuk mengomunikasikan informasi diantara pelaku-pelaku
transaksi.
Bagan berikut menunjukkan model koordinasi,
dengan meletakkan informasi sebagai variabel yang harus dikoordinasikan dalam
kegiatan atau transaksi ekonomi.
Dalam konteks perubahan kelembagaan, koordinasi
tersebut juga bisa menggunakan kelembagaan pasar dan organisasi. Pasar akan
menuntun proses perubahan kelembagaan berdasarkan kepentingan ekonomi spontan
dari masing-masing pelakunya. Sistem insentif diperoleh setiap pelaku sehingga
mereka bereaksi apabila terdapat ruang mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Sedangkan organisasi akan memandu proses perubahan kelembagaan berbasiskan
kesamaan tujuan dari individu-individu yang tergabung di dalamya.
Di samping itu, koordinasi dengan basis
organisasi juga membutuhkan hal lain yang penting dalam proses perubahan
kelembagaan, yakni pembelajaran. Insentif untuk mendapatkan pengetahuan tidak
hanya dipengaruhi oleh struktur penghargaan dan hukuman yang memiliki nilai material.
Artinya pengetahuan dipahami sebagai upaya pembelajaran yang bermanfaat bagi
pengembangan organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar