Teori ekonomi kelembagaan merupakan teori yang menggunakan
pendekatan multidisipliner untuk mengkaji fenomena ekonomi, yakni dengan
memasukkan aspek sosial, hukum, politik, budaya, dan yang lain sebagai satu
kesatuan analisis.
Perilaku Teknologis dan Ideologis
Analisis ilmu ekonomi dibagi dalam empat cakupan berikut
(Miller, 1988:50-51):
a.
Alokasi sumber daya (resource allocation);
b.
Tingkat pertumbuhan kesempatan kerja, pendapatan,
produksi, dan harga (levels of growth employment, income, production, and prices);
c.
Distribusi pendapatan (income distribution);
d.
Struktur kekuasaan (the structure of power).
Pendekatan klasik/neoklasik dominan menggunakan tiga
instrumen pertama sedangkan pendekatan kelembagaan lebih dominan menggunakan
instrumen keempat. Hal tersebut dikarenakan ahli kelembagaan
(institutionalists) berfokus kepada evolusi struktur kekuasaan dan aturan main,
proses penciptaan dan penyelesaian konflik dimana aktivitas ekonomi itu terjadi
sedangkan ahli ekonomi klasik mendeskripsikan kasus khusus pertukaran
(exchange) dalam sebuah dunia yang telah dirumuskan karakteristik asumsinya.
Menurut Veblen,
kelembagaan adalah kumpulan norma dan kondisi-kondisi ideal yang direproduksi
secara kurang sempurna melalui kebiasaan pada masing-masing generasi individu
berikutnya yang berperan sebagai stimulus dan petunjuk terhadap perilaku
individu.
Ahli kelembagaan berusaha membuat model-model
pola/pattern models yaitu model yang menjelaskan perilaku manusia (human
behavior) dalam konteks kelembagaan dan budaya, sementara ahli neoklasik
berusaha menyusun model-model prediktif yaitu model yang menjelaskan perilaku
manusia dengan asumsi-asumsi dan menarik kesimpulan implikasi (prediksi) dari
asumsi tersebut dimana prediksi merupakan pengambilan keputusan secara logis dari
postulat atau asumsi mendasar yang telah dibuat.
Ide inti dari paham kelembagaan (intitutionalism) adalah
mengenai kelembagaan (institutions), kebiasaan (habits), aturan (rules), dan
perkembangannya (evolution). Pendekatan ahli kelembagaan bergerak dari ide-ide
umum mengenai perilaku manusia (human agency), kelembagaan, dan perkembangan
sifat dari proses ekonomi menuju ide-ide dan teori-teori khusus, yang berkaitan
dengan kelembagaan ekonomi yang spesifik atau tipe ekonomi (Hodgson, 1998:168)
Pusat kepentingan dari kelembagaan adalah eksistensi dari
penyimpangan kekuasaan dan hak khusus (privilege) daripada anggapan tentang
perilaku individu yang atomistik (atomistic individual) [Miller, 1988:51].
Aliran Veblen (Veblenian) membedakan antara perilaku teknologis
dan kelembagaan sebagai titik awal untuk menerangkan kontribusi teoritis dari
aliran kelembagaan. Perbedaan antara teknologi dan kelembagaan adalah antara
kecenderungan kreatif seseorang, pada satu sisi, dan pada sisi lain kecondongan
yang ganas dan eksploitatif pada diri individu (Miller, 1988:51).
Menurut Dugger (1988:88) aliran perilaku (behaviorism)
mendasarkan pada akar tindakan manusia di dalam struktur kelembagaan ketimbang
keinginan individual yang banyak dianggap tidak asli atau tidak bisa dipercaya
karena sifat subyektif dan introspektifnya.
Realitas dan Evolusi
Robert Heilbroner menyatakan bahwa bentuk data ekonomi
tertentu adalah tidak stabil. Dia mengklasifikasikan data ekonomi ke dalam dua
kategori yang berbeda. Pertama, data yang berhubungan dengan ‘the physical
nature of the production process’, sedangkan yang kedua, data yang berhubungan
dengan ‘the behavioral response to economic stimuli’.
Menurut Willber dan Harrison (1988:105), tingkatan
analisis ekonomi kelembagaan dapat ditandai dengan adanya cara pandang yang
holistik, sistematis, dan evolusioner. Realitas sosial dianggap sebagai proses perubahan yang
inheren dalam kelembagaan sosial, yang kemudian disebut sebagai sistem ekonomi.
Proses perubahan merupakan produk dari tindakan manusia,
tetapi tindakan yang dibentuk dan terbatas oleh masyarakat tersebut hanya
terjadi dalam konteks dimana tindakan itu berlangsung. Oleh karena itu, aliran
kelembagaan (institutionalism) bersifat holistik (menyeluruh) karena
memfokuskan pada pola hubungan diantara bagian-bagian keseluruhan.
Pada level motivasi, ekonomi kelembagaan mengenal
pentingnya perilaku manusia ‘nonrasional’ (norational human behavior) dalam
pembuatan keputusan ekonomi. Perilaku haus kepada kekuasaan dan petualangan,
rasa kemerdekaan, sifat mementingkan orang lain, keinginan tahu, adat dan
kebiasaan semuanya bisa menjadi motivasi yang kuat dari perilaku ekonomi
individual.
Oleh sebab itu, pendekatan ekonomi kelembagaan
mengembangkan sebuah pandangan baru, yang meyakini bahwa individu atau kelompok
bergerak tidak hanya dengan motif tunggal: laba (ekonomi). Sebaliknya,
individu/kelompok merupakan entitas yang memiliki multiekspektasi untuk
mengambil keputusan.
Menurut Rutherford (1994:52), tindakan individu/kelompok
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu rasionalitas dan norma (nonrational). Dalam pendekatan
NIE, aturan-aturan (rules) yang dibuat diharapkan dapat memandu individu untuk
bertindak secara rasional. Namun, sebaliknya, bisa pula aturan-aturan tersebut
mengikuti tindakan-tindakan ‘rasional’ yang dilakukan individu.
Ahli kelembagaan telah menemukan konsep yang menyeluruh
untuk mempertimbangkan kekuasaan, konfllik, distribusi, hubungan sosial,
kelembagaan dan proses nonpasar, dan lainnya.
Menurut Willber dan Harrison (1988:117-118) terdapat
beberapa keterbatasan menyangkut pendekatan holisme. Pertama, karena kurangnya
ketepatan (lack of precision), penggunaan konsep holistis harus dimonitor
secara terus-menerus dengan referensi dari observasi, kasus-kasus, dan
contoh-contoh. Kedua, bahwa ketidaktepatan dan generalisasi konseo holistis
menyebabkan verifikasi definitif hipotesis tidak mungkin dilakukan.
Metode Kualitatif: Partikularitas
dan Subyektivitas
Pendekatan kuantitatif percaya bahwa fenomena sosial itu
berlaku secara universal baik peneliti maupun obyek penelitian tidak dibebani
dengan ‘nilai-nilai’ dan setiap tindakan individu merupakan turunan dari
perilaku kumpulan individu.
Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif secara
tradisional sering dibedakan menurut epistemologinya. Jika metode kualitatif
bersandar pada pendekatan interpretif, maka metode kuantitatif bertopang pada
pendekatan positivistik (Meetoo dan Temple, 2003:5). Apabila metode interpretif
dikaitkan dengan pelaku penelitian maka fokusnya adalah persoalan
subyektivitas. Namun, jika pendekatan interpretif dihubungkan dengan objek
penelitian maka fokusnya adalah masalah partikularitas. Partikularitas disini
bisa dimaknai sebagai heterogenitas karakteristik sosial dalam masyarakat.
Nonprediktif: Nilai Guna dan
Liabilitas Data
Fokus dari metode kualitatif bukan untuk meramal sesuatu,
tetapi menjelaskan secara utuh proses dibalik fenomena tersebut. Sedangkan konsentrasi
metode penelitian kuantitatif adalah memprediksi dengan dasar hitungan dan
pengukuran yang telah dilakukan.
Pendekatan ekonomi kelembagaan memberikan jalan keluar
bagaimana cara memahami sebuah proses sosial yang kompleks, sedangkan
penelitian kualitatif menyediakan metode untuk mengorek secara mendalam
sebab-akibat dari proses sosial tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar