Rabu, 05 Desember 2018

#14 PEMBANGUNAN PERDESAAN DAN KELEMBAGAAN SEKTOR FINANSIAL



Modal dan Pembangunan Perdesaan
Wilayah perdesaan dicirikan oleh terbatasnya infrastruktur ekonomi, sedikitnya kesempatan kerja di luar pertanian (non-farm), dan jauh dari pasar. Pembangunan di negara berkembang harus melihat wilayah perdesaan sebagai fokus dan target pembangunan. Ciri penting dari penduduk di perdesaan ini adalah masalah kepemilikan tanah. Tanah merupakan modal utama dari kesejahteraan dan kekuatan politik di wilayah perdesaan.
Dalam perspektif pembangunan, Boeke menyimpulkan bahwa perekonomian di Indonesia, Jawa khususnya, terbagi dalam dua sektor yang saling tidak berhubungan. Dalam mengatasi ketidakseimbangan, sektor tradisional perlu dirangsang melalui insentif ekonomi dan peningkatan teknologi produksi, meskipun hasilnya tak akan segera tampak.
Menurut Scott, persoalan yang berlaku pada masyarakat perdesaan adalah rasionalitas sosial yang lebih mementingkan kebersamaan ketimbang persaingan. Prinsip moral lebih dominan daripada rasionalitas ekonomi sehingga pendekatan ekonomi akan sulit “bekerja” pada masyarakat desa.
Ide dualisme ekonomi yang diinisiasi oleh Boeke disarikan oleh Ellis dan Biggs menjadi isu strategis pembangunan perdesaan di negara-negara berkembang.
Aktualitas Gagasan Pembangunan Perdesaan
Dekade
Isu Strategis
1950-an
Modernisasi, model dualisme ekonomi, ‘keterbelakangan’ pertanian, pembangunan komunitas, dan petani malas (lazy peasants)
1960-an
Pendekatan transformasi, transfer teknologi, mekanisasi, penyuluhan pertanian, peranan pertumbuhan pertanian, revolusi hijau (awal), dan petani rasional
1970-an
Redistribusi dengan pertumbuhan, kebutuhan dasar, pembangunan pertanian yang terintegrasi, kebijakan pertanian oleh negara, kredit yang distimulus oleh negara (state-led credit), bias perkotaan, introduksi inovasi, revolusi hijau (lanjutan), dan pertumbuhan perdesaan yang terkait (rural growth linkages)
1980-an
Penyesuaian struktural, pasar bebas, kebijakan harga yang tepat (getting price right), meminimalisasi peran negara (retreat of the state), meningkatkan peran NGOs, rapid rural appraisal (RRA), penelitian sistem pertanian (farming system research), analisis ketahanan pangan dan kelaparan, pembangunan perdesaan sebagai proses (bukan produk), perempuan dalam pembangunan, dan pengentasan kemiskinan (poverty allevation)
1990-an
Kredit mikro, participatory rural appraisal (PRA), pembangunan perdesaan berorientasi pelaku (aktor), analisis stakeholders, jaring pengaman perdesaan, jender dan pembangunan, lingkungan dan kesinambungan (sustainability), dan pengurangan kemiskinan (poverty reduction)
2000-an
Penghidupan yang berlanjut (sustainable livelihoods), tata kelola yang baik (good governance), desentralisasi, kritik terhadap partisipasi, pendapatan sektoral yang diperluas (sector-wide approach), perlindungan sosial, dan pemusnahan kemiskinan (poverty eradication)

Fase-fase tersebut bisa diidentifikasi bahwa proses komersialisasi sektor perdesaan sudah terjadi pada 1960-an, melalui serangkaian kebijakan yang berupaya meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, revolusi hijau, dan penciptaan petani rasional.
Setiap upaya komersialisasi pertanian tidak mesti akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani apabila sifat dari komersialisasi pasar meletakkan petani dalam posisi subordinat. Dimana setiap upaya modernisasi (komersialisasi) pertanian justru meletakkan petani dalam posisi yang selalu kalah. Keuntungan ekonomi pertanian lebih banyak jatuh pada pemilik modal/pedagang yang relatif memiliki posisi tawar lebih tinggi dibandingkan dengan petani.
Dari penjelasan tersebut, persoalan paling rumit yang berada di wilayah perdesaan adalah penyediaan modal. Keterbatasan modal menyebabkan sirkulasi kegiatan ekonomi tidak berjalan. Berbekal situasi yang seperti itu, para perumus kebijakan pembangunan perdesaan meluncurkan program kredit mikro sebagai instrumen pengembangan kelembagaan sektor finansial di perdesaan, khususnya sejak 1990-an. Negara yang menerapkan lembaga keuangan dianggap telah berhasil, misalnya Bangladesh dengan Grameen Bank.

Sektor Finansial: Formal dan Informal
Pada umumnya, lembaga keuangan di perdesaan bisa dibedakan dalam tiga jenis, yaitu lembaga keuangan formal, lembaga keuangan semi-formal, dan lembaga keuangan informal. Lembaga keuangan formal diatur dalam UU Perbankan dan disupervisi oleh bank sentral, bisa berupa bank pemerintah maupun swasta. Bank semi-formal adalah perbankan yang tidak diatur dalam UU, tetapi disupervisi dan diregulasi oleh agen (lembaga) pemerintah selain bank sentral. Lembaga keuangan informal beroperasi di luar regulasi dan supervisi lembaga pemerintah (negara). Lembaga keuangan informal bukan sekedar menyediakan uang (cash) untuk keperluan transaksi, terkadang memberikan bantuan dalam bentuk barang (in-kind). Karakter yang fleksibel membuat lembaga keuangan informal memiliki daya tahan yang kuat untuk hidup di wilayah perdesaan.
Ciri penting dari lembaga keuangan formal dan semi-formal adalah tipe kesepakatan dalam bentuk sistem kontrak yang berisi tentang hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, misalnya persyaratan agunan (collateral), model pembayaran (repayment), dan sanksi (punishment) apabila salah satu pihak ingkar terhadap kesepakatan. Sedangkan lembaga keuangan informal bersifat sangat cair, hubungan antara kreditor dan debitor bersifat personal, dan nyaris tidak ada persyaratan administrasi yang dibutuhkan. Dengan karakteristik tersebut, lembaga keuangan informal lebih mudah diterima oleh masyarakat perdesaan.
Pada sektor pertanian terdapat tiga sumber kredit informal di perdesaan, yaitu pemilik tanah bagi penyakap (tenant), petani penggarap bagi buruh tani, pelepas pinjaman perdesaan (rentenir/tengkulak).
Dalam konteks pembangunan perdesaan di Indonesia, lembaga keuangan formal adalah BRI. Pemerintah menyediakan fasilitas kredit modal kerja (kredit produksi). Kredit Usaha Tani (KUT) yang disalurkan melalui KUD. Sedangkan untuk lembaga keuangan semi-formal terdapat Badan Kredit Desa. BKD merupakan lembaga keuangan yang beroperasi pada desa-desa terpencil dan sebagai bank beras (rice banks) di Jawa. BKD disupervisi oleh kepala desa dan BRI. LDKP beroperasi baik pada level kecamatan maupun desa, yang diregulasi oleh UU Pemerintah Provinsi dan disupervisi oleh kepala Bank Pembangunan Daerah (BPD). KUD merupakan koperasi desa yang masuk ke seluruh sektor perekonomian desa.
Di perdesaan terdapat satu lembaga keuangan lain yaitu lembaga keuangan swadaya (financial self-help groups). Prinsipnya adalah adanya rotasi tabungan dan asosiasi kredit (rotating savings and credit associations), dimana anggota kelompok berkontribusi secara reguler memberikan dana kepada salah satu atau beberapa anggota (sistem kopyok/giliran) berdasarkan kesepakatan perputaran (rotation), atau tabungan dan kelompok kredit; hal ini berguna untuk membangun kerjasama dana pinjaman melalui pembagian modal (capital shares), tabungan dan pendapatan bersih dari intermediasi antara penabung dan peminjam, dan menyediakan pinjaman berdasarkan tingkat bunga eksplisit dan permintaan eksplisit dari semua anggota.
Di negara lain terdapat beragam lembaga keuangan yang beroperasi di perdesaan. Di Bangladesh dengan Grameen Bank (GB) yang menyediakan kredit kepada masyarakat miskin perdesaan (rumah tangga perdesaan yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar) agar terjadi perubahan kehidupan ekonomi yang lebih baik. GB membuat pinjaman skala kecil (small loans) di wilayah perdesaan melalui jaringan yang besar (large network) dari cabang-cabang dan jasa pelayanan alternatif. Hal tersebut memberikan dua keuntungan yaitu membuka akses yang besar terhadap kredit (karena tidak ada agunan) dan membebani masyarakat miskin dengan biaya bunga rendah (dibandingkan lembaga keuangan informal).
Contoh lainnya adalah VEF (Village Enterprise Fund/Dana Usaha Desa) di San Fransisco, USA. VEF merupakan keuangan mikro (microfinance) milik lembaga non-pemerintah (NGO) yang kecil di desa. Sumber dana dari sumbangan-sumbangan, baik dari para individu, komisaris (board of directors) VEF sendiri, gereja, dan lembaga-lembaga lain. Prosedur penyaluran bantuan dari VEF dapat dilihat dari gambar berikut.
Proses Bantuan Dana Usaha Desa
Donasi kepada Dana Usaha Desa
Koordinator (sukarelawan) mengidentifikasi debitor
Bisnis dimulai dengan pembayaran pertama (pelatihan)
Rencana bisnis ditulis dan dimasukkan
Laporan bisnis dilaporkan setelah 3 minggu
Penilaian periodik melalui survei formal dan informal

Sistem Finansial di Sektor Pertanian: Kasus Petani Tebu
Salah satu pilar penting yang mendukung proses produksi petani adalah ketersediaan sumber modal (kredit). Dalam kasus petani tebu, faktor kredit menjadi penting karena karakteristik tanaman tebu yang berbeda dengan tanaman padi dan sayur-sayuran, yaitu waktu tanam yang lama (12 bulan), areal yang lebih luas (rata-rata >2 ha), dan biaya bibit/pupuk yang besar.
Sumber kredit petani tebu dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu kredit yang berasal dari pabrik gula/KUD yang uangnya berasal dari program pemerintah yang disalurkan melalui perbankan yang ditunjuk. Pihak pabrik gula yang menyeleksi petani tebu yang berhak mendapatkan kredit dan mengumpulkan agunannya, sedangkan KUD bertugas untuk mengucurkan kredit. Kredit yang berasal dari tengkulak. Kredit dari tengkulak tidak memakai agunan, namun bunga yang dikenakan sangat tinggi (lebih dari 40%). Kredit yang berasal dari tetangga (sesama petani tebu) atau keluarga. Kreditnya tidak menggunakan agunan atau bunga namun sulit didapatkan karena modal pemberi kredit jumlahnya terbatas dan tidak memeroleh keuntungan apapun.
Apabila sumber kredit diklasifikasikan berdasarkan jenis petani tebu, maka petani tebu rakyat kredit sebagian besar sumber kreditnya berasal dari koperasi/PG (85%) dan petani tebu rakyat mandiri berasal dari tengkulak (54%). Untuk mendapatkan kredit, petani tebu tidak harus menjadi anggota koperasi, namun petani yang menjadi anggota koperasi/KUD akan mendapat kemudahan dalam akses kredit.
Mengenai masa pengembalian kredit, misalnya kredit untuk sektor industri, kredit yang diberikan kepada petani dibayar setelah masa panen tiba. Kredit yang diterima oleh petani mayoritas tidak dikenakan potongan oleh koperasi, mayoritas petani tebu tidak perlu memberikan komisi kepada pihak koperasi maupun tengkulak agar bisa mendapatkan kredit. Tetapi pada kenyataannya petani malah dibebani dengan bunga yang tinggi dari aturan resmi. Demikian pula, ketika koperasi memberi pinjaman berupa bibit/pupuk (natura) kepada petani tebu, biasanya nilai potongan dilakukan secara tidak transparan. Bisa dikatakan sistem kredit yang disalurkan kepada petani tidak dikelola secara baik sehingga berjalan seperti yang diharapkan.
Berbeda dengan pelaku ekonomi lain yang langsung berinteraksi dengan pihak bank untuk mendapatkan kredit, petani harus berhubungan dengan banyak lembaga lain untuk memeroleh kredit sehingga sangat rawan dengan penyelewengan tingkat bunga yang dikenakan. Pemerintah sejak awal mengenakan tingkat bunga sebesar 12-13% per tahun, tetapi banyak koperasi yang mengenakan tingkat bunga kepada petani tebu anatar 16-20%. Selisish bunga ini merupakan “pendapatan ilegal” yang dinikmati oleh koperasi dengan memanfaatkan keterbatasan informasi yang dimiliki petani.
Mayoritas petani tebu rakyat kredit harus menyerahkan agunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan (93%). Nilai agunan akan menentukan berapa jumlah kredit yang diberikan oleh koperasi. Jenis agunan yang diberikan sebagian besar adalah surat kendaraan bermotor (BPKB/STNK) dan berupa sertifikat tanah.
Kredit yang diterima koperasi sering terlambat menyebabkan sebagian petani mengeluh produksinya tidak bisa maksimal. Keterlambatan penurunan kredit karena pemerintah terlambat menurunkan kredit kepada pihak perbankan atau pihak perbankan yang enggan menyediakan kredit kepada petani karena insentif keuntungan yang lebih kecil.
Hal umum yang dijumpai dalam sistem kredit di sektor pertanian adalah tidak tepat waktunya penyaluran karena birokrasi yang rumit, agunan kredit yang harus disetorkan oleh petani membuat sebagian besar dari mereka tidak mampu mengakses kredit formal, kelembagaan keuangan formal masih mempraktikkan tindakan manipulatif, petani yang langsung berhubungan dengan lembaga keuangan formal kesulitan untuk melakukan pengembalian (repayment) karena menggunakan sistem bulanan.

Desain Kelembagaan Sektor Finansial
Persoalan lembaga keuangan di perdesaan bisa diidentifikasi dalam tiga aspek yaitu, masalah akses kredit, posisi tawar dan informasi masyarakat perdesaan yang sangat rendah menyebabkan rawan terhadap praktik manipulasi dari lembaga keuangan formal maupun semi-formal, dan informasi yang asimetris dari pemberi pinjaman/kredit terhadap peminjam. Oleh karena itu, kelembagaan keuangan informal masuk untuk mengisi keterbatasan yang tidak dapat dijangkau oleh lembaga keuangan formal.
Kehadiran lembaga keuangan informal dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:
a.    Pemikiran represi keuangan, dimana pelaku keuangan informal memulai usaha sebagai akibat dari regulasi pemerintah yang besar-besaran terhadap sektor keuangan formal, seperti penggunaan kebijakan kredit langsung, suku bunga ganda, dan preferensi alokasi kredit kepada pemerintah dan lembaga cabang-cabangnya. Praktik itu sangat rawan penyuapan dan korupsi diantara bank dan pejabat pemerintah sehingga menyebabkan biaya untuk mendapatkan dana bagi kelompok miskin menjadi sangat mahal.
b.    Pemikiran strukturalis, dimana munculnya lembaga keuangan informal di luar motif ekonomi. Segmentasi pasar terjadi karena kelembagaan keuangan informal melayani kelompok sosial lain. Lembaga mendistribusikan pendapatan di antara anggota komunitas dan menyediakan bentuk-bentuk jaminan sosial yang bisa mengatasi fluktuasi likuiditas masyarakat miskin. Anggota-anggota komunitas mengekspresikan solidaritasnya berdasarkan hubungan kekeluargaan, etnisitas, dan agama.
Namun bukan berarti kelembagaan keuangan informal berjalan tanpa masalah. Kelemahan pokok dari lembaga keuangan informal adalah menempatkan pelaku ekonomi skala kecil dalam posisi yang tidak setara, salah satunya bisa dilihat dari pengenaan bunga kredit yang sangat tinggi. Isu yang harus ditangani bila lembaga keuangan informal akan dikembangkan adalah memerkuat posisi petani pada saat berhadapan dengan lembaga keuangan informal, atau pemerintah memberikan regulasi batas bunga maksimal yang dapat dikenakan oleh lembaga keuangan informal kepada debitor.
Terdapat dua buah solusi lain yang bisa dilakukan, yaitu mengaitkan lembaga keuangan formal dengan lembaga keuangan informal. Lembaga keuangan informal dijadikan sebagai agen yang mencari dan mengeksekusi kredit kepada masyarakat, sedangkan lembaga keuangan formal sebagai prinsipal yang menyediakan dana. Selanjutnya, mendesain kelembagaan keuangan formal berdasarkan struktur atau hirarki masyarakat, baik struktur nilai-nilai maupun struktur sosial. Operasi lembaga keuangan formal di desain dengan cara mengadopsi nilai-nilai yang tumbuh di dalam masyarakat lokal.

2 komentar:

  1. Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
    Kaos Dakwah Terbaru

    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Mungkin Kau Sering Lupa Kebaikan Istrimu

    BalasHapus
  2. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

#KUIS

Kesan dan Pemikiran dalam Ekonomi Kelembagaan Terkait dengan Cara Berpikir dalam Melihat Permasalahan Ekonomi Ekonomi kelembagaan meru...