A. Kelembagaan Kapitalisme dan Sosialisme
Secara garis besar terdapat 4 ciri
khusus pada sistem ekonomi kapitalisme, yaitu:
a.
Kegiatan ekonomi digerakkan dan dikoordinasi oleh pasar
(bebas) dengan instrumen harga sebagai penanda (sinyal). Jika harga melebihi
biaya produksi dan margin laba, pelaku ekonomi lain akan masuk ke pasar dan
menambah persediaan (supply)
barang/jasa sehingga menurunkan harga, dan sebaliknya.
Dalam hal
penguatan pasar sebagai instrumen untuk mengoordinasi kegiatan ekonomi dengan
cara mengeluarkan negara/pemerintah dari aktivitas ekonomi sehingga disebut
juga ekonomi pasar (market economic).
Peran negara sebatas fasilitator yang diperlukan apabila terjadi kegagalan
pasar (market failure), karena
eksternalitas (penalti atas korporasi yang menghasilkan polusi/eksternalitas
negatif) maupun kebutuhan barang publik (pembuatan sarana transportasi,
listrik,dan telekomunikasi);
b.
Setiap individu memiliki kebebasan untuk mempunyai hak
kepemilikan (property rights) sebagai
dasar melakukan transaksi (exchange).
Tanpa hak kepemilikan, individu tidak bisa melakukan kegiatan ekonomi
(transaksi). Fungsi terpenting kapitalisme adalah menawarkan dan melindungi hak
kepemilikan swasta (private property
rights);
c.
Kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga pemilik faktor
produksi, yaitu pemodal (capital),
tenaga kerja (labor), dan pemilik
lahan (land) yang akan mendapatkan
laba (profit), upah (wage), dan sewa (rent) karena peranannya masing-masing.
Pada
level makro, merupakan alasan munculnya segregasi hubungan ekonomi yang efisien
melalui spesialisasi. Pemilik modal menyiapkan sepenuhnya kebutuhan material
(alat produksi) sehingga proses produksi bisa berlangsung, tenaga kerja
memberikan kemampuan/ketrampilan maksimal menghasilkan output yang bermutu, dan
pemilik lahan memberikan jaminan tempat bagi kegiatan produksi.
Pada
level mikro, berjalannya mekanisme check
and balances. Dalam praktiknya, korporasi, pemilik modal, tenaga kerja, dan
pemilik tanah mempunyai otoritas masing-masing untuk menjalin kerjasama maupun
pengawasan. Inilah dasar tenaga kerja diperbolekan membuat serikat pekerja untuk
memperjuangkan kepentingannya;
d.
Tidak ada halangan bagi pelaku ekonomi untuk masuk dan
keluar pasar (free entry and exit
barriers). Pelaku ekonomi yang melihat peluang profit bisa langsung masuk
pasar, dan sebaliknya tanpa ada regulasi yang menghambatnya.
Adanya
regulasi yang merintangi pelaku ekonomi masuk dan keluar pasar, akan
menyebabkan inefisiensi ekonomi yang dapat dilihat dari harga di pasar. Harga
yang terlalu tinggi berarti jumlah supply sangat terbatas merupakan sinyal bagi
pelaku ekonomi lain untuk masuk pasar (entry).
Apabila prosedur masuk ini dirintangi, maka konsumen akan dirugikan (consumers loss) dan sebaliknya. Oleh
karena itu, pemerintah harus seminimal mungkin membuat regulasi yang berpotensi
membawa efek negatif bagi free entry and
exit barriers, misalnya lewat UU perijinan yang berlebihan.
Pilar kelembagaan
kapitalis tersebut dianggap oleh Karl Marx
sangat eksploitatif karena menempatkan tenaga kerja subordinat
berhadapan dengan pemilik modal. Dalam kapitalisme pranata-pranata faktor
produksi selalu terlambat ketimbang percepatan inovasi produksi (teknologi).
Ketika inovasi produksi dilakukan pembagian keuntungan atas kegiatan ekonomi
selalu tidak proporsional kepada masing-masing pemilik faktor produksi. Marx
berkesimpulan bahwa perkembangan infrastruktur (inovasi teknologi/produksi)
selalu tidak diikuti dengan penataan superstruktur (faktor-faktor produksi).
Berdasarkan
kritik tersebut, sistem ekonomi sosialis meletakkan faktor-faktor produksi (means of production) dibawah kontrol
negara. Keputusan produksi dan investasi berdasarkan perencanaan terpusat (central plan) meliputi target tingkat
pertumbuhan ekonomi nasional dan perangkat yang dibutuhkan. Negara
mempertimbangkan seluruh kebutuhan warga negara (the entire society) berdasarkan sumber daya yang dimiliki
berbasiskan ketidakpastian yang inheren dalam sistem pasar.
Kepemilikan
produktif sektor swasta dikontrol oleh negara, sehingga tidak ada eksploitasi
terhadap pekerja oleh pemilik modal maupun konsentrasi laba di tangan sedikit
pelaku ekonomi (small elite). Selain
itu, penyediaan kebutuhan dasar (provision
of basic needs) secara struktural lebih feasible karena produksi produksi
dilakukan tidak hanya untuk tujuan laba (private
profit). Model pembangunan dibawah sistem ekonomi sosialis lebih stabil,
rasional, berdasarkan prioritas dan kebutuhan nasional, lebih adil, dan tidak
boros (wasteful).
Ekonomi
kelembagaan sistem ekonomi sosialis secara garis besar memiliki dua prinsip,
yaitu:
a.
Negara menyiapkan seluruh regulasi yang diperlukan untuk
menggerakkan kegiatan ekonomi mulai dari proses perencanaan, operasionalisasi,
pengawasan, sampai evaluasi;
b.
Pelaku ekonomi tidak membuat kesepakatan dengan pelaku
ekonomi lainnya (institutional
arrangements), tetapi setiap pelaku ekonomi membuat kontrak dengan negara
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan (institutional
environment).
B. Ekonomi Kelembagaan dan Demokrasi
Penelitian
pertama dilakukan oleh Seymor Martin Lipset yang memberikan postulat bahwa
pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi terbukanya peluang demokratisasi
pada masa yang akan datang. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi sulit tercipta
pemerintahan dan masyarakat yang demokratis. Adanya pertumbuhan ekonomi suatu
masyarakat akan meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraannya secara
signifikan sehingga memungkinkan mereka berpartisipasi secara efektif dalam
lapangan politik dengan tingkat tanggung jawab yang mencukupi.
Namun terdapat
dua penyimpangan yang terjadi pada hasil diatas. Pertama, ada beberapa negara
yang tidak menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang berarti, justru tingkat
partisipasi efektif masyarakat dalam politik sangat bagus, misalnya India.
Kedua, sebaliknya ada negara-negara dengan tingkat pertumbuhan yang relatif
tinggi dengan rentang waktu perolehan yang cukup lama tidak menampakkan
perkembangan kearah demokrasi dalam lapangan politik.
Penelitian
terbaru yang dilakukan oleh Tavarez, Wacziarg, dan Barro mencoba untuk
menyelesaikan penyimpangan yang terjadi pada penelitian terdahulunya. Tavarez
dan Wacziarg menemukan bahwa demokrasi bisa mendukung pertumbuhan ekonomi
melalui peningkatan akses kepada pendidikan, rendahnya ketimpangan pendapatan
per kapita, dan rendahnya konsumsi pemerintah. Efek demokrasi terhadap
pertumbuhan ekonomi adalah secara tidak langsung.
Barro menjelaskan
bahwa peningkatan hak-hak politik pada tahap awal cenderung meningkatkan
investasi dan pertumbuhan ekonomi ketika kekuatan pemerintah sebagai faktor
penentu. Tetapi negara yang sudah mencapai tingkat demokrasi tertentu,
peningkatan demokrasi akan menurunkan investasi dan pertumbuhan ekonomi karena
ada tekanan melakukan redistribusi pendapatan. Secara spesifik, posisi awal GDP
per kapita, pendidikan tingkat menengah dan perguruan tinggi, angka harapan
hidup, fertilitas, konsumsi pemerintah, nilai tukar, inflasi, indeks aturan
hukum (kualitas birokrasi, kecenderungan korupsi, kebijakan pemerintah
membatalkan kontrak, risiko pemerintah menasionalisasikan kekayaan swasta, dan
pemeliharaan umum aturan hukum) dan indeks demokrasi berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sistem politik
otoriter merupakan sistem politik dimana negara melakukan kontrol menyeluruh
terhadap seluruh aspek kehidupan sehingga negara bisa melakukan semua hal yang
menjadi kebutuhan konstituennya, termasuk kesanggupannya memaksakan semua hal
yang menjadi cita-citanya. Kelebihan dari sistem ini adalah efektivitasnya
dalam setiap pengambilan keputusan, namun kekurangannya adalah ketidakakuratan
kebijakan karena menggunakan informasi yang tidak akurat.
Beberapa negara
yang menganut pemerintahan otoriter menunjukkan kinerja yang cukup baik,
khususnya dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Negara-negara Asia
Timur selama dekade 1980-an sebagian besar pemerintahannya dikelola secara
otoriter (termasuk Indonesia, Singapura, Thailand, dan Korea Selatan). Rezim
otoriter secara otomatis dapat berfungsi sebagai kelembagaan yang mengelola aturan
main, memberikan insentif bagi yang menaati aturan dan menghukum pelanggarnya.
Negara dapat tumbuh secara impresif karena dalam rezim otoriter berusaha
memperkuat domain kekuasaan dengan berupaya memperbesar ouput nasional sehingga
berhasil menurunkan tingkat kemiskinan secara impresif.
Sejalan dengan
kemajuan tingkat kesejahteraan, permintaan masyarakat bertambah besar dan kian
kompleks, transaksi antarpelaku ekonomi makin rumit, arus informasi makin sulit
dikendalikan dan potensi sumber-sumber imperfect
information dalam bentuk moral hazard
dan adverse selection makin menguat
dengan banyaknya kelompok kepentingan yang muncul, biaya transaksi yang
meningkat dan daya saing yang menurun menyebabkan kevakuman kelembagaan pada
pemerintahan otoriter.
Penataan
pemerintahan baru diperlukan untuk kembali menegakkan kelembagaan, dimana hal
tersebut dapat terjadi apabila organisasi pemerintahan yang dikembangkan
sanggup menyerap seluruh kompleksitas dan dinamika masyarakat. Pada titik ini
organisasi negara yang paling rasional bisa diimplementasikan adalah sistem
demokrasi. Demokrasi menawarkan instrumen yang memungkinkan seluruh dinamika
masyarakat bisa diserap sehingga akan muncul kelembagaan yang representatif
bagi perkembangan kegiatan ekonomi itu sendiri.
C. Perubahan Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi
Negara-negara
dikelompokkan berdasarkan ketersediaan aturan main hak kepemilikan, investasi
modal manusia (human capital/pendidikan),
dan kinerja ekonomi menunjukkan hubungan yang kuat antara peranan kelembagaan
dalam pembangunan ekonomi. Negara-negara dibagi dalam lima kategori:
a.
Negara-negara Asia Timur, antara lain Hongkong,
Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Thailand;
b.
Negara-negara yang tergabung dalam OECD, antara lain
Mesir, Irlandia, Jepang, Portugal, Spanyol, dan Turki yang memiliki GDP per
kapita kurang dari US$ 2.900 pada tahun 1960;
c.
Negara-negara Sub Sahara Afrika;
d.
Negara-negara Amerika Latin;
e.
Negara-negara kaya non-OECD, antara lain Argentina, Saudi
Arabia, Thailand, Uruguay, dan Venezuela yang memiliki GDP per kapita lebih
dari US$ 2.900 pada 1960.
Hasil penelitian
ini menunjukkan pendapatan per kapita awal yang tinggi (initial per capita income) tidak memberikan jaminan bagi kinerja
perekonomian yang bagus dalam jangka panjang. Sebaliknya, negara-negara yang
pendapatan awal per kapitanya tidak terlalu tinggi, tetapi memiliki keunggulan
dalam menjamin hak kepemilikan, menegakkan sistem kontrak, dan administrasi
publik yang efisien, justru menghasilkan kinerja perekonomian yang menonjol.
Contoh mikro
tentang pentingnya kelembagaan dalam pembangunan ekonomi adalah transaksi
ekonomi (pertukaran/jual beli) masyarakat di negara-negara yang kelembagaannya
kuat, cenderung akan lebih banyak menggunakan cek, transfer antarbank, maupun
surat-surat berharga lainnya dibandingkan dengan menggunakan uang tunai. Mereka
percaya bahwa pemakaian instrumen tersebut tidak akan menimbulkan persoalan. Sebaliknya,
sebuah negara yang sistem perbankannya rapuh, sangat sulit bagi individu untuk
memakai instrumen itu untuk melakukan transaksi karena adanya ketidakpastian (risiko).
Hal inilah yang akan menimbulkan inefisiensi sehingga mengerem percepatan
kegiatan ekonomi.
Contoh makro dari
hubungan antara hak kepemilikan dan investasi. Negara yang jaminan hak
kepemilikannya lemah cenderung akan ditinggal oleh investor. Setiap undang-undang
mengenai PMA (Penanaman Modal Asing) di sebuah negara selalu diterangkan
mengenai jaminan hak kepemilikan agar investor asing memiliki kepastian hukum
atas kepemilikan lahan dan perusahaannya. Tanpa jaminan, dipastikan investor
takut untuk membuat keputusan investasi karena adanya ruang ketidakpastian (uncertainty).
Fakta tersebut
menyimpulkan bahwa antara pembangunan ekonomi dan kelembagaan memiliki hubungan
yang sangat tinggi, kelembagaan harus selalu mengalami perkembangan dan
perubahan karena kegiatan ekonomi semakin kompleks. Dalam konteks perubahan
kelembagaan (formal), diperlukan alat ukur dan variabel-variabel yang terfokus
sehingga memudahkan setiap pengambil kebijakan merumuskan jenis kelembagaan
yang dibutuhkan. Pada negara yang sedang melakukan proses transisi ekonomi,
terdapat varibel makro dan mikro untuk mengukur keberhasilan kinerja
perekonomian.
Pada level makro
ekonomi, terdapat lima isu penting, antara lain kontrol terhadap inflasi,
pengurangan anggaran defisit, stabilisasi nilai tukar mata uang, intensitas
perdagangan internasional, dan peningkatan investasi untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi. Pada level mikro, isu yang dibahas antara lain
liberalisasi harga, privatisasi, pengembangan pasar modal, penciptaan sistem
hukum untuk menegakkan hak kepemilikan, dan mempromosikan kompetisi. Isu makro
dan mikro ekonomi pada perekonomian transisi tersebut bisa diterima mengingat
negara itu hendak memindahkan pengelolaan ekonomi dari serba negara (state-guided) menjadi dibimbing oleh
pasar (market direction).
Kelembagaan yang
sudha tidak relevan (dalam pengertian tidak efisien atau merugikan sebagian
pelaku ekonomi yang terlibat) secara otomatis akan berubah karena desakan
partisipan yang terlibat di dalamnya maupun adanya penetrasi dari otoritas luar
(external authority). Secara teoritis
perubahan kelembagaan bisa terjadi karena dua hal, yaitu permintaan konstituen/demand of constituents, misalnya serikat
pekerja bisa menekan pemilik modal untuk menaikkan tingkat upah atau fasilitas
kesehatan sebagai dari kenaikkan produktivitas/keuntungan perusahaan; dan
penawaran otoritas tertentu (supply of
institutions) dimana pemerintah berupaya memperbaiki kesejahteraan pekerja
melalui penciptaan UU upah minimum yang dinaikkan mengimbangi inflasi yang
terjadi.
D. Masih adakah Tempat untuk Negara?
Mazhab neoklasik,
mengijinkan peran negara dalam perekonomian jika terdapat kasus eksternalitas (externality) dan barang-barang publik (public goods). Sedangkan paham keynesian
berpandangan bahwa fungsi negara diperlukan untuk mencegah terjadinya resesi
ekonomi akibat rendahnya agregat permintaan (underconsumption). Jika negara dibiarkan diam, maka selamanya
resesi secara periodik akan muncul, karena persoalan rendahnya agregat
permintaan tersebut bersifat sistematis. Paham ini memberikan gambaran bahwa
negara dalam momen-momen tertentu harus bertindak untuk menjaga tingkat
kehidupan dan kesejahteraan rakyatnya.
Disamping fungsi
rasional, negara juga wajib mengemban peran etis (etika) untuk menyelamatkan wilayah
dan penduduk yang menjadi bagian dari eksistensinya. Jika setiap pergerakan
rakyat hanya mengajak segelintir pelaku ekonomi, maka peran etis negara wajib
menghentikan program pembangunan tersebut. Proses pembangunan yang didasarkan
darii nilai-nilai dasar negara tidak akan menciderai sekelompok masyarakat
tertentu.
Peran etis
menjadi relevan ketika proses liberalisasi ekonomi tidak bisa dibendung. Pasar diandaikan
dapat mengatur sirkulasi kemakmuran bersama, dan dipilih sebagai instrumen
satu-satunya untuk menggerakkan kegiatan ekonomi, tanpa negara diperbolehkan ikut
campur.padahal pada realitasnya, pasar tidak akan pernah berfungsi dengan baik
bila tidak didukung oleh infrastruktur fisik, sosial, mental, pendidikan, dan
organisasi yang ada karena campur tangan negara.
Negara secara
etis harus hadir untuk melayani kaumnya yang tidak cukup kuat untuk menghadapi
kekuatan pasar yang besar. Negara hadir memerankan fungsi etisnya lewat
perencanaan kebijakan ekonomi yang mengandaikan kesejahteraan sosial sebagai
nilai dasar yang harus dipenuhi. Sedangkan dalam ekonomi kelembagaan, peran
negara difokuskan untuk membentuk kerangka kelembagaan (institutional framework) yang mengatur kegiatan ekonomi, hak
kepemilikan (property rights),
penegakan, dan eksekusi hukum yang menghasilkan biaya transaksi. Peran negara
dalam kegiatan ekonomi bisa dibagi kedalam empat klasifikasi, yaitu stabilitas makro
ekonomi, mengoreksi kegagalan pasar, redistribusi pendapatan, dan mengarahkan
proses penyatuan kegiatan ekonomi (catching
up process).
Derajat Intervensi Negara dalam Perekonomian
Intervensi
Melalui Instrumen Kelembagaan
|
Minimal
|
Tinggi
|
|
Minimal
|
Mekanisme harga
Hak kepemilikan privat
|
Mekanisme harga yang terdistorsi
Sistem birokrasi yang kompeten
|
Tinggi
|
Rendah
|
Proteksi yang selektif
Hak kepemilikan privat
|
Aturan perencanaan terpusat
Kepemilikan negara yang maksimal
|
Maksimal
|
|
Rendah
|
Maksimal
|
|
Bagan diatas
menunjukkan empat alternatif dari model intervensi pemerintah/negara. Negara-negara
yang menggunakan model intervensi tinggi/tinggi adalah Amerika Latin dan Timur
Tengah (Mesir), Afrika, dan Asia Selatan. Sedangkan intervensi rendah/rendah
diadopsi oleh negara di wilayah Asia Tenggara.
Tujuan dan Instrumen Intervensi Pemerintah
Tujuan
|
Perangkat Insentif
|
Perangkat
Kelembagaan
|
Stabilisasi
Kesempatan kerja penuh
Stabilitas harga
Keseimbangan anggaran
Keseimbangan eksternal
|
Kebijakan
perpajakan
Kebijakan
pengeluaran
Kebijakan
moneter
Kebijakan nilai
tukar
|
Administrasi
pajak dan pabean
Kontrol perdagangan
& distribusi
UU Perbankan
& kredit
Pengawasan
Nilai Tukar
|
Regulasi
Mendorong kompetisi
Regulasi monopoli
Proteksi konsumen
Proteksi tenaga kerja
|
Administrasi harga
Level tarif
Hambatan non-tarif
|
Legislasi Anti-trust
Proteksi hak kepemilikan
Aturan masuk dan
keluar, lisensi investasi
UU Perlindungan
konsumen
UU Tenaga kerja
|
Barang Publik
Pertahanan & keamanan
Pengawasan populasi
Proteksi lingkungan
Struktur legal (hukum)
Pendidikan & penelitian
Pelayanan kesehatan
Integrasi sektor informal
Pembangunan regional
|
Ongkos tidak
langsung
Ongkos tidak
langsung
Ongkos tidak
langsung
Ongkos tidak
langsung
Subsidi (free vouchers)
Dukungan
selektif
Insentif
selektif
|
Monopoli
pemerintah
Monopoli
pemerintah
Kontrol polusi
& pewilayahan
Pengadilan
independen
Campuran
pemerintah/swasta
Campuran
pemerintah/swasta
Campuran
pemerintah/NGO
Campuran
pemerintah/NGO
|
Monopoli
Alamiah
Penyediaan infrastruktur dan perangkatnya
|
|
Monopoli pemerintah
|
Redistribusi
Transfer kepada kaum miskin & rentan
Kebutuhan dasar
|
Pajak dan
subsidi
Jaminan sosial
|
Jaminan
kesempatan kerja
Kontrak sosial
|
Perencanaan
Informasi & peramalan
Kebijakan industrial
|
Informasi &
diseminasi
Proteksi selektif
|
Perencanaan
indikatif/terpusat
Lisensi investasi
|
Organisasi
Merespons global oligopoli dan memperkuat
akuisisi ilmu pengetahuan
|
Otonomi,
transparansi, dan akuntabilitas oligopoli nasional
|
Diskriminasi
dalam oligopoli nasional (pemerintah/swasta), pembangunan kelembagaan untuk
mempromosikan informasi, pendidikan, dan teknologi.
|
Intervensi negara
tidak hanya berurusan kepada model intervensi, tetapi juga pilihan perangkat
kelembagaan untuk bisa mencapai tujuan dari intervensi. Seperti telah
dijabarkan pada tabel diatas, ragam kelembagaan yang bisa diproduksi pemerintah
agar bisa mencapai tujuan yang dimaksud.